Search

Sembalun di Kaki Gunung Rinjani Kini bak Kota Mati

Siklus Gunung Rinjani sudah terjadwal setiap tahunnya, yakni, dari Januari sampai Maret, pendakian ke gunung itu ditutup kemudian dibuka pada 1 April sampai Desember. Khusus Juli dan Agustus merupakan musim liburan yang ditandai dengan banyaknya pendaki.

Banyaknya pendaki, berarti menambah denyut nadi kehidupan masyarakat setempat. Warga mengandalkan kehidupan dari dunia pariwisata minat khusus itu.

Untuk mengisi ditutupnya pendakian ke Rinjani pada Januari sampai Maret, warga menawarkan paket pendakian ke Bukit Pegasingan, Bukit Anak Dara, Bukit Selong, serta Bukit Telaga. Namun kembali lagi, harapan mendapatkan sampingan terkubur setelah terjadinya longsoran di kedua bukit itu pasca gempa.

"Kami sekarang butuh bantuan terpal dan beras atau sembilan bahan pokok lainnya," kata Mumuh, salah seorang guide.

Beras atau sembako, menjadi kebutuhan penting juga karena mereka sudah tidak memiliki uang. "Sudah sebulan tidak mengantar turis ke Rinjani, uang sama sekali tidak ada," katanya.

Sementara itu, Koordinator Publikasi Sembalun Community Development Centre (SCDC), Rosidin Sembahulun menyebutkan keluhan warga atas berkurangnya pendapatan sudah dirasakan sejak gempa 6,4 SR pada 29 Juli 2018.

"Banyak warga yang menggantungkan hidup dari Gunung Rinjani. Semuanya saling berkaitan dengan pemilik hotel/restoran, warung makanan, sampai petani," katanya.

Dengan kondisi bencana alam seperti ini, kata dia, banyak yang menjadi penganggur dan lebih sibuk menyelamatkan keluarganya masing-masing. "Rekan-rekan paling-paling saat ini membantu relawan yang akan menyumbangkan bantuan kepada korban bencana," katanya.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2N6Mwju

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Sembalun di Kaki Gunung Rinjani Kini bak Kota Mati"

Post a Comment

Powered by Blogger.