Search

Suara Hati Meiliana Usai Divonis 18 Bulan Penjara dalam Kasus Volume Azan

Ranto menerangkan, menurut ahli bahasa yang mereka hadirkan, dan juga yang dihadirkan jaksa, mengatakan bahwa untuk menguji kesahihan dan kebenaran ucapan sesorang yang sudah dituliskan, adalah dengan memperdengarkan rekaman suaranya.

"Itulah yang lazim dalam penelitian-penelitian ilmu bahasa. Nah, di dalam persidangan ini, jaksa tidak pernah menghadirkan rekaman suara, bahwa apa yang diucapkan itu benar sesuai dengan yang ditulis orang lain itu," tuturnya.

Ranto berharap, persoalan itu dapat dipertimbangkan oleh hakim dalam banding yang akan diajukan. Pihaknya berharap, kliennya dapat dibebaskan, karena yang didakwakan ikepada kliennya adalah kejadian pada 29 Juli 2016. Padahal, ucapan Meiliana soal volume azan itu terjadi pada 22 Juli 2016.

Saat itu, Meiliana belanja ke tetangganya. Saat belanja, dia menyampaikan keluhannya kepada yang punya warung, yakni hanya satu orang. Meliana juga sendiri. Namun, ucapan itu malah meluas menjadi isu ada orang yang melarang azan. Pengakuan Meiliana kepada Ranto, tidak pernah ada melarang azan.

"Sampai sekarang bersikeras. Satu-satunya cara memperdengarkan rekaman. Kemudian di tanggal 29 Juli 2016, orang beramai-ramai ke rumahnya. Mereka menghardik jika Ibu Meiliana melarang azan. Dia diintimidasi, rumahnya dibakar, dilempari, dan dirusak," ujarnya.

Ranto mengungkapkan, dalam dakwaan jaksa, kliennya menyampaikan kebenciannya pada 29 Juli 2016. Padahal di tanggal tersebut Meiliana mengalami tindak pidana, dan persoalan yang diutarakan kliennya terjadi pada 22 Juli 2016.

"Jadi enggak ada buktinya. Apa buktinya? Hanya surat pernyataan orang lain. Nah, padahal dia yang mengalami tindak pidana. Inilah harapan kita, makanya kita harus banding," ungkapnya.

Ranto menilai, sebagai kuasa hukum seharusnya kliennya dikenakan pasal perbuatan tidak menyenangkan. Sebab, jika orang lain tidak senang dengan perbuatan seseorang, ia harus dikenakan pasal perbuatan tidak menyenangkan, bukan penistaan agama. Ia menilai menjadikan agama untuk memperkarakan orang membahayakan toleransi.

"Kita takutkan, besok-besok orang lewat rumah ibadah mengatakan besar sekali lambangnya, karena melihat lambang itu kena pidana. Loh, kalau memang menurut dia besar lambangnya, kenapa bisa dijadikan masalah, kena pidana pula. Mau begitu hukum pidana kita, ya kacaulah, mau dibawa ke mana negara ini," tuturnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Meiliana dihukum karena mengeluhkan volume suara azan yang dianggapnya terlalu keras. Namun keputusan itu diprotes beberapa pihak seperti amnesti internasional dan MUI.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2PDXm1S

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Suara Hati Meiliana Usai Divonis 18 Bulan Penjara dalam Kasus Volume Azan"

Post a Comment

Powered by Blogger.