:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2367421/original/004069100_1537909785-IMG-20180925-WA0085.jpg)
Secara komulatif, Siti Ruqoyah mengaku dalam waktu satu hari ia bisa memproduksi enam puluh pesanan diantaranya baju jenis katun, sarung tenun, syal, dan kain sutra.
Tarifnya bervariatif untuk baju jenis katun satu potong, dihargai Rp 315 ribu. Kain sutra Rp 440 ribu, semi sutra Rp 320 ribu, syal Rp 90 ribu, sarung kualitas A agak lebih mahal dibanderol Rp 225 ribu. Sementara sarung kualitas B Rp 185 ribu.
"Kalau pesan 100 potong, pengerjaannya butuh waktu satu bulan. Paling cepat tiga minggu mas. Pesanan paling banyak terutama, ketika mendekati momentum Lebaran. Kalau sudah gitu, numpuk pengerjaannya baru selesai setelah lebaran," ujarnya.
Karena produksi tenun ikat garapannya dinilai konsumen memiliki kualitas sangat baik, ia sering mendapat order dari dalam maupun luar kota Kediri. "Dari Papua, maupun NTT juga pernah mas pesan di sini," tuturnya.
Bahkan, ia juga sering diundang pameran UMKM di berbagai daerah mewakili pemda setempat. Tidak hanya itu, ia juga acap kali menerima piagam penghargaan dan memenangkan lomba.
"Tanggal 4 Oktober saya diundang BI, untuk pameran di Jakarta," katanya.
Wilayah Kelurahan Bandar Kidul Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Jawa Timur, selama bertahun-tahun memang dikenal sebagai daerah kampung industri berbasis tenun ikat. Di tempat ini terdata, kurang lebih ada 12 pelaku usaha.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kain tenun khas Indonesia mencuri perhatian di New York Fashion Week 2017. Penampilan khas kain ini ternyata disukai undangan yang datang.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Cerita Mantan TKW Modal Nekat Usaha Tenun Ikat"
Post a Comment