Liputan6.com, Semarang - Genjer-genjer nong kedo'an pating keleler / Genjer-genjer nong kedo'an pating keleler / Ema'e thole teko-teko mbubuti genjer / Ema'e thole teko-teko mbubuti genjer//
Oleh satenong mungkur sedot sing toleh-toleh / Genjer-genjer saiki wis digowo mulih //
Genjer-genjer esuk-esuk didol neng pasar / Genjer-genjer esuk-esuk didol neng pasar / Dijejer-jejer diuntingi podo didasar / Dijejer-jejer diuntingi podo didasar//
Ema'e jebeng podo tuku gowo welasar / Genjer-genjer saiki wis arep diolah//
Cobalah menyanyikan lagu gubahan Muhammad Arif itu di pagi hari. Ada semangat bertahan hidup dan barangkali menginspirasi tentang menu masakan. Tapi itu kalau berani.
Sebenarnya ini hanya sebuah lagu rakyat biasa. Menilik notasinya, memang menyiratkan warna musik Banyuwangi. Tapi sejak masa orde baru, lagu rakyat berjudul Genjer-genjer ini membawa akibat lebih mengerikan dibanding bertemu kuntilanak.
Ya, tak salah, inspirasi lagu buatan seniman Banyuwangi itu berasal dari genjer. Gulma air bernama latin Limnocharis flava itu ternyata sudah menyelamatkan pasangan Sayekti dan Muhammad Arif dari kelaparan saat pendudukan Jepang pada 1943.
Sang istri, Sayekti, memasak tanaman rawa itu saat makanan sulit didapat.
"Kalau masa Jepang, genjer dimasak dengan direbus atau dikukus. Kemudian diperas untuk menghilangkan getahnya. Nah, makannya hanya dengan dicolek ke sambal bawang," kata Yatin (94), seorang veteran yang saat pendudukan Jepang berusia sekitar 20 tahun kepada Liputan6.com.
Yatin bercerita, makan genjer menjadi kebiasaan para pejuang. Bahkan sebelum lagu itu dikenalnya, di kawasan Jawa Tengah bagian selatan sudah biasa berburu genjer dan keong sawah.
Lirik lagu berbahasa Jawa itu terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut.
Genjer-genjer ada di lahan berhamparan / Genjer-genjer ada di lahan berhamparan / Ibunya anak-anak datang mencabuti genjer / Ibunya anak-anak datang mencabuti genjer //
Dapat sebakul dipilih yang muda-muda / Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang / Genjer-genjer pagi-pagi dibawa ke pasar / Genjer-genjer pagi-pagi dibawa ke pasar//
Ditata berjajar diikat dijajakan / Ditata berjajar diikat dijajakan /
Emaknya jebeng beli genjer dimasukkan dalam tas / Genjer-genjer sekarang akan dimasak
Notasi sederhana yang melankolis itu melambung setelah dinyanyikan Bing Slamet dan Lilis Suryani. Radio-radio dan grup musik banyak yang memutar serta memainkan lagu ini.
Sejarawan Djawahir Muhammad di tengah sakitnya menjelaskan kepada Liputan6.com bahwa lagu Genjer-genjer itu dianggap berbahaya setelah para mahasiswa berunjuk rasa pasca-peristiwa 1965.
Simak video menarik berikut di bawah ini:
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2NaVbAlBagikan Berita Ini
0 Response to "Rekonsiliasi Pagi dengan Lagu Genjer-Genjer"
Post a Comment