:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2301968/original/072680500_1533303584-WhatsApp_Image_2018-08-03_at_20.30.53.jpeg)
Liputan6.com, Jakarta - Apa yang membuat sekelompok anak milenial memiilih tidur di tenda daripada di hotel berbintang saat liburan? Bukan tidak punya uang, atau bosan fasilitas ala borju, tapi memang gaya liburan anak sekarang berubah.
Pasca-kemunculan media sosial berbagi foto dan video, momen liburan kini bukan sekadar jalan-jalan lalu pulang dengan segudang rasa lelah. Tapi lebih dari itu adalah kepuasan bisa berbagi dengan banyak orang di media sosial.
Maka tak heran jika banyak negara di dunia mengalihkan kiblatnya untuk mengincar pasar nomadic tourism. Indonesia misalnya telah menjadikan glamp camp, home pod, caravan, dan aktivitas nomadic tourism pada umumnya sebagai salah satu program yang digarap serius Kementerian Pariwisata.
Bekerjasama dengan unsur-unsur pemangku kepentingan pariwisata yang lain, Kemenpar berusaha mengatasi keterbatasan tersedianya infrastruktur bagi pelaku nomadic tourism.
Keseriusan pemerintah menggarap nomadic tourism bukan tanpa alasan. Menteri Pariwisata Arief Yahya pernah mengatakan, nomadic tourism punya ekonomi value yang tinggi dan pelayanannya juga mudah sehingga menarik para pelaku industri pariwisata untuk mengembangkan bisnis ini. Terutama untuk aksesibilitas dan amenitas, mengingat bisnis ini cepat memberikan keuntungan komersial.
Kabupaten Bandung menjadi contoh sukses bagi penyelenggaraan nomadic tourism di Indonesia. Kabupaten berhawa sejuk yang dikelilingi pegunungan ini punya beberapa atraksi wisata yang bisa memanjakan pelaku nomadic tourism. Glamping Rancabali salah satunya. Mengusung konsep modern kemping, Luthfi Manager Glamping Rancabali, meyakini destinasi wisata buatan ini akan menjadi masa depan gaya wisata milenial.
"Konsep kita sangat nomadic tourism, kita membuat suatu tema kemping di alam bebas tapi dengan fasilitas lengkap. Kita mau kembangkan ke spot-spot lain. Ciwidey saja masih banyak yang belum terekspose, ada air terjun, hutan yang masih sangat alami," ungkap Luthfi saat ditemui awak Liputan6.com.
Ada 19 tenda berkonsep modern lengkap dengan kamar mandi di dalam yang dimiliki Glamping Rancabali.
Tenda-tenda tersebut dibagi beberapa kategori, Lake Side dan Family Side. Sebuah pinisi yang bertengger di pinggir danau menjadi pusat kehidupan glamping. Perahu yang dibuat serupa dengan kapal pinisi sungguhan itu menjadi tempat sarapan dan makan malam bagi penghuni glamping Rancabali. Bahkan perahu ini kerap dijadikan lokasi preweding dan pertemuan bisnis.
Tidak hanya Rancabali, Kabupaten Bandung juga punya Orchid Forest Cikole sebagai salah satu destinasi nomadic tourism. Menteri Pariwisata Arief Yahya bahkan tidak malu-malu mengatakan dirinya terkesan dengan konsep yang diusung Orchid Forest Cikole.
"Tempat ini perfect, 360 derajat dari semua lini, bisa cantik di kamera. Itu modal yang bagus buat up load di Instagram, Facebook, Twitter dan Youtube," ungkap Arief Yahya.
Selain digawe anak-anak muda Bandung, Orchid Forest menjadi menarik lantaran juga menjadi “markas” bagi beranekaragam anggrek. Ada 20.000 macam anggrek yang dibudidayakan di kawasan ini, bahkan di antaranya merupakan anggrek langka.
Wood Bridge dan wahana Flyng Fox menjadi tempat yang tepat bagi yang ingin mendapatkan foto liburan yang bukan hanya indah, tapi juga punya nilai jual untuk mengundang like di media sosial. Ditambah suhu udaranya yang terbilang sejuk, membuat pengunjung betah berlama-lama di tempat ini.
Tak berhenti di situ, sebagai salah satu destinasi wisata berkonsep nomadic tourism, Orchid Forest Cikole juga membuka diri bagi orang-orang yang ingin menggelar gathering, outbond, meeting perusahaan, hingga pendalaman karakter dengan cara seru di tempat yang menyenangkan.
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2P8bcMuBagikan Berita Ini
0 Response to "Kiblat Baru Nomadic Tourism Indonesia"
Post a Comment