Yosi menilai Perbup tersebut berlawanan dengan putusan MK dan berpotensi mengebiri hak warga negara dalam berdemokrasi. Seorang warga berpotensi kehilangan hak suaranya, meski sejatinya berhak memilih.
"Jangan sampai tata cara mengalahkan hak dasar negara,” dia menegaskan.
Sejauh pengetahuannya, aturan bahwa seorang warga harus tercantum dalam DPT untuk bisa menunaikan hak pilihnya baru terjadi di Cilacap. Sebab, di Batam Kepulauan Riau, seorang pemilik KTP elektronik tetap bisa memilih meski acuannya tetap sama, Permendagri Nomor 112 Tahun 2014.
Acuan putusan MK ini menurut dia, juga digunakan di Bantul, DIY. Di kabupaten ini, seorang pemilik KTP elektronik tetap bisa mencoblos meski tak terdaftar dalam DPT Pilkades. Acuan Perbup Bantul juga sama, Permendagri Nomor 112 tahun 2014.
"Ini berpotensi untuk menghilangkan hak suara, bagi orang yang berpotensi atau memiliki hak suara. Karena apa, karena Pilkades ini kan bukan lex spesialis kan," Yosi menegaskan.
Menanggapi protes ini, Kepala Bapermas PP PA dan KB Cilacap, Ahmad Arifin SR menegaskan bahwa Pilkades berbeda dengan Pilkada, Pilpres, atau Pileg. Menurut dia, Pilkades memang lex spesialis atau diperlakukan khusus.
Sebab, Pilkada atau Pilpres menggunakan undang-undang pemilu dan aturan KPU. Sedangkan, pelaksanaan Pilkades mengacu kepada Perda.
Dalam hal ini, Pilkades Cilacap menggunakan Perbup Nomor 5 Tahun 2015 yang dioperasionalkan dengan Perbup Nomor 5 tahun 2016.
Dia pun menjelaskan, Perda Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa mengacu kepada Permendagri Nomor 112 tahun 2014. Di Pasal 10 ayat 1, tersebut bahwa pemilih yang menggunakan hak pilih harus terdaftar sebagai pemilih.
"Permendagri tersebut yangg kita gunakan sebagai dasar penyusunan Perda 5 tahun 2015," Arifin menjelaskan.
Simak video pilihan berikut ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Riuh Protes Pemegang E-KTP Tak Bisa Mencoblos dalam Pilkades Cilacap"
Post a Comment