:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1780925/original/090660600_1511531316-learning-1782430_1280.jpg)
Sementara Indra Ariwibowo, guru MI Luar Biasa Budi Asih, Semarang, menceritakan bahwa ia harus berjuang bersama muridnya yang pada awalnya hanya berjumlah empat orang di kelas yang selalu dilanda banjir ketika musim hujan tiba.
Bersama beberapa rekannya ia berhasil menghidupkan kembali sekolah tua yang hampir tutup, mengubahnya menjadi sekolah anak berkebutuhan khusus yang kini telah memiliki gedung dan tanah sendiri.
"Saya sendiri juga berkebutuhan khusus dalam pengelihatan low vision. Karena saya diberi amanah oleh pengurus yayasan yang sudah meninggal, titip jaga madrasah," kata dia.
Adapun Suraidah, seorang guru yang juga kepala sekolah MI Darul Furqan, Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, menceritakan bahwa daerahnya merupakan kawasan terpencil dan berada dalam garis kemiskinan.
Bahkan untuk masalah dasar seperti seragam, sepatu, tas, dan alat-alat sekolah masih kesulitan didapat. Beberapa siswa yang memiliki saudara harus silih bergantian memakai seragam yang sama ketika bersekolah.
"Ada murid saya kakak beradik yang harus memakai satu baju seragam secara bergantian dengan adiknya yang mengambil kelas sore," kata dia.
Kemudian Supena, Guru Madrasah Al Ishlah di Lebak, Pandeglang, Banten, yang setiap hari harus menempuh jarak 15 kilometer untuk sampai ke tempatnya mengajar.
Bukan soal jarak, namun infrastruktur yang harus dilalui pun perlu perjuangan yang amat keras, apalagi ketika musim hujan, tanah sangat licin, dan sulit untuk dilalui kendaraan.
Hal lain yang menjadi tantangan Supena yakni meyakinkan masyarakat di sana bahwa pendidikan bagi anak-anaknya sangat penting. Menurut dia, masyarakat lebih suka menyuruh anak-anak bekerja dibanding sekolah.
"Tidak ada guru di sana. Orang-orang di situ kebanyakan mencari kerja. Kerja dapet uang daripada belajar atau jadi guru," kata dia.
Guru terakhir yang mendapat penghargaan adalah Untung, guru Madrasah Al Miftah di Sumenep, Madura, Jawa Timur yang merupakan penyandang disabilitas tuna daksa.
Meski tidak memiliki kedua tangan, ia tetap mampu memberikan inspirasi bahwa keterbatasan bukan menjadi penghalang dalam mendidik generasi penerus bangsa.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Karena membludak, pihak keamanan kewalahan melakukan penjagaan, kendati 11 gerbang pintu masuk Stadion Pakansari sudah disiapkan.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "5 Guru Istimewa dengan Kisah Perjuangan Mengajar yang Bikin Anda Angkat Tangan"
Post a Comment