Liputan6.com, Jakarta - Direktur Afrika pada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Daniel Tumpal Simanjuntak, menyebut bahwa Indonesia masih harus menghadapi tantangan dari sektor ekonomi terhadap pasar-pasar yang ada di Afrika. Ia menuturkan, belum banyak perusahaan atau pengusaha kelas menengah yang sadar terhadap pasaran di Afrika.
"Perhatian kita (Indonesia) sendiri ke Afrika, belum (begitu besar). Kita masih peru mengedukasi Indonesia bahwa Afrika juga termasuk negara yang penting (untuk pertumbuhan ekonomi dalam negeri). Kelas menengah belum aware sama Afrika. Selain itu, kita juga harus mengubah mindset bahwa BUMN dan perusahaan swasta Indonesia bisa menjadi 'pemain' global," ujarnya saat dijumpai di Kantin Diplomasi, Kemlu RI, Jakarta, Jumat (21/12/2018).
Pria yang akrab disapa Tumpal itu menambahkan, nilai perdagangan Indonesia dengan Afrika juga masih kecil, hanya sekitar 3% dari perdagangan Indonesia dengan seluruh negara-negara di dunia.
Karena salah satu fokus perhatian diplomasi Indonesia adalah Afrika, maka sebagai tindakan nyata untuk mewujudkannya ialah dengan menggelar Indonesia Afrika Forum (IAF) pada 10-11 April 2018 di Nusa Dua, Bali.
Dalam kegiatan tersebut, diperoleh sejumlah business deals atau kesepakatan bisnis melalui Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh sejumlah negara di Afrika dengan Indonesia. Nilai perjanjiannya pun mencapaai US$ 586,5 juta, atau setara Rp 8.6 triliun.
"Yang menarik, ternyata, range dari business deals itu bisa mendorong Indonesia menjadi lebih maju lagi, menjadikan diplomasi ekonomi Indonesia ke Afrika dan ke pasar-pasar non-tradisional jadi lebih luas," ucap Tumpal.
Dalam IAF 2018, sejumlah kerja sama ekonomi dan perdagangan telah disetujui. Contoh, adanya kesepakatan antara Indonesia Eximbank dengan The African Export-Import Bank (Afri Exim Bank) di bidang perjanjian kerangka kerja pada fasilitas kredit, dengan nilai US$ 100 juta, atau setara Rp 1,4 triliun.
Dari situlah, secara strategis, kerja sama keuangan antara lembaga terkait di Indonesia dengan mitranya yang ada di luar negeri telah dimulai.
"Tidak seluruh negara di dunia ini punya Eximbank. Tapi, negara-negara besar seperti anggota G20, MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia) atau BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan), pasti punya. Eximbank membantu penetrasi barang-barang atau investasi dari sebuah negara di negara lain," Tumpal menjelaskan.
Suntikan Dana non-APBN
Selain itu, MoU lain yang juga berhasil disepakati yaitu Indonesia Eximbank dengan Standart Chartered Bank dengan nilai US$ 100 juta. Maksud dari kerja sama ini adalah, jika ada proyek masa depan, maka pendanaannya tidak hanya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Dengan kata lain, melalui IAF 2018, suntikan dana segar dari sumber-sumber dana di luar negeri, yang tidak berasal dari APBN, bisa dipakai oleh perusahaan Indonesia untuk masuk ke Afrika," kata Tumpal.
Selain itu, kerja sama seperti ini juga bisa dipakai sebagai jaminan. Misalnya, bila ada negara di Afrika yang ingin meminjam uang ke Indonesia dan membutuhkan penjamin, maka mereka bisa memanfaatkan Afican Eximbank dan bank sejenis untuk mendapatkan kebutuhan mereka.
Perjanjian lain yang ditandatangani antara BUMN Indonesia-Afrika ialah PT Dirgantara Indonesia dengan A.D. Trade Belgium (US$ 75 juta), PT PAL Indonesia dengan A.D. Trade Belgium (US$ 110 juta), PT WIKA dengan Indonesia Eximbank (yang diminta untuk merenovasi istana presiden Niger dengan nilai US$ 26,7 juta), PT TIMAH dengan Topwide Ventures (US$ 25,9 juta), dan sebagainya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ini Tantangan yang Dihadapi Indonesia dalam Menghadapi Pasar Afrika"
Post a Comment