:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2513890/original/003912400_1543825450-ijen_h.jpg)
Adapun jejak geologi di dalam Gua Istana yang berada di TN Alas Purwo menggambarkan bahwa daerah tersebut merupakan laut dangkal yang mengalami proses geologi sampai menjadi daratan.
Geopark Banyuwangi juga didukung keberagaman hayati (biodiversity) dan cultural diversity. Anas mencontohkan, di kawasan Ijen ada 14 jenis flora dan 27 fauna, dengan 6 jenis mamalia. Adapun di TN Alas Purwo merupakan rumah bagi 700 flora, 50 jenis mamalia, 320 burung, 15 jenis amfibi, dan 48 jenis reptil.
"Dengan segala kekhasan yang kami miliki mulai dari geologi, flora dan fauna, hingga warisan budaya, maka kami sejak awal telah mengangkat ekoturisme sebagai dasar pengembangan pariwisata kami," jelas Anas.
Saat ini, Indonesia baru memiliki empat UNESCO Geopark Global dan 15 Geopark National. Dari 19 geopark bertaraf internasional dan nasional tersebut, telah menyumbang 35 persen dari total ekowisata yang ada di Indonesia.
Penetapan Geopark Nasional sendiri harus memenuhi lima kriteria, mulai dari geologi dan bentang alam, struktur geopark, penafsiran atas bentang alam, pengelolaan potensi ekonomi, hingga rencana jejaring pengembangan geopark itu sendiri. Dari lima kriteria tersebut, Banyuwangi mendapat nilai B sehingga layak untuk ditetapkan sebagai geopark nasional.
"Banyuwangi mendapat nilai B. Ke depan ada beberapa rekomendasi untuk bisa meningkatkan kualitas geopark Banyuwangi," ungkap Sekretaris Komite Geopark Nasional Yunus Kusumabrata.
Simak video pilihan berikut ini:
Indikasi adanya paparan gas beracun Kawan Ijen juga dilihat dari tanaman liar di sepanjang bantaran Sungai Kali Pahit.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menanti Fajar Pagi di Balik Pesona Cahaya Biru Kawah Ijen"
Post a Comment