:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2558716/original/065428000_1546153303-peti.jpeg)
Selama seminggu, kain putih itu dibentang mengelilingi Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh. Kegiatan menulis nama para korban di atas kain pra peringatan satu tahun bencana itu dibuka untuk umum.
Selanjutnya, kain itu digulung dengan gulungan kayu dan disimpan dalam peti kayu berukuran kira-kira 2 x 3 meter. Untuk melihat nama-nama para korban, tinggal memutar pedal yang telah disambung ke gulungan.
Kain putih itu dibeli dengan bantuan dana dari Badan Rehabilitas dan Rekonstruksi (BRR). Sedangkan papan untuk peti penyimpanan dan gulungan dibeli oleh Catholic Agency For Overseas Development atau Cafod.
Papan peti tersebut dibuat dengan material kayu yang berkualitas. Kayu yang digunakan berjenis Shorea atau Balau, yang di Aceh dikenal dengan sebutan Kayeei Seumantok.
Saat itu, pelaksana kegiatan mencatat 21.165 nama-nama para korban ke dalam sebuah file. Belakangan, LSM GSF juga mencetak buku berisi daftar nama para korban.
Arsip Sejarah yang Dilupakan
Pada peringatan gempa dan tsunami tahun 2006, peti kayu berisi gulungan kain itu diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Peti itu diterima Bupati Aceh Barat saat itu, Alamsyah Banta.
Ketika menyerahkan peti tersebut, Jalil berharap Pemerintah Aceh Barat merawat gulungan bersejarah itu. Namun, peti dan gulungan kain itu terduduk dan tidak terawat, Jalil kecewa.
"Arsip tersebut di terlantar di tempat terbuka tanpa perawatan, sehingga setiap hari tersiram hujan dan setiap waktu diterpa panas," pungkas Jalil.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Presiden Joko Widodo meninjau lokasi korban bencana gelombang tsunami di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Senin, 24 Desember 2018.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Peti Kayu Lapuk Jadi Saksi Bisu Ribuan Korban Tsunami Aceh yang Terlupakan"
Post a Comment