Liputan6.com, Paris - Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan bertemu dengan serikat pekerja dan organisasi pengusaha pada Senin 10 Desember 2018, dalam upaya untuk meredakan protes massal terhadap kenaikan pajak bahan bakar minyak (BBM) yang telah berlangsung selama empat pekan terakhir.
Macron juga akan menyampaikan pidato nasional guna menyikapi protes tersebut pada hari yang sama, demikian seperti dilansir BBC, Senin (10/12/2018).
Dalam empat pekan terakhir, Prancis dilanda protes keras massal terhadap kenaikan pajak bahan bakar, biaya hidup, dan masalah lainnya.
Sekitar 136.000 demonstran yang menamai gerakan mereka "rompi kuning atau gilets jaunes" turun ke jalan di sejumlah kota besar Prancis pada hari Sabtu 8 Desember 2018. Demonstrasi akhir pekan lalu berujung rusuh dan bentrok, memicu aparat mengamankan setidaknya 1.220 pendemo yang diduga menyulut provokasi.
Paris menjadi kota yang sangat terpukul dari perhelatan itu. Mobil-mobil dibakar dan toko-toko dijarah oleh sejumlah oknum dari total 10.000 pendemo yang ambil bagian dalam demonstrasi di 'The City of Light'.
Media di Eropa mengatakan bahwa 'gilets jaunes' adalah gerakan akar rumput tanpa afiliasi dengan pihak mana pun. Tetapi, beberapa serikat pekerja telah ambil bagian dan mendorong pemerintah untuk mendengarkan keluhan mereka.
Langkah Macron dan Tuntutan Massa
Pada pukul 10.00 waktu setempat (09.00 GMT) pada hari Senin, Macron akan bertemu perwakilan dari lima serikat buruh utama dan tiga organisasi pengusaha, serta pejabat setempat.
Surat kabar Le Figaro melaporkan bahwa Perdana Menteri Edouard Philippe dan sembilan menteri pemerintah juga akan mendampingi Macron.
Macron kemudian akan menyampaikan pidato nasional yang disiarkan di televisi pada pukul 20.00 waktu setempat pada hari yang sama.
Jelang pidato dan agenda pertemuan Macron, Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire menggambarkan situasi itu sebagai "malapetaka bagi bisnis" dan ekonomi.
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja Prancis, Muriel Penicaud mengatakan dia akan mengumumkan "langkah-langkah segera dan konkret" sebagai tanggapan atas krisis tersebut.
Awal pekan ini, pemerintah Prancis juga telah membatalkan rencana kenaikan pajak BBM --yang merupakan pangkal dari demonstrasi selama empat pekan terakhir-- demi meredakan situasi. Penundaan itu akan menelan biaya anggaran Kementerian Keuangan Prancis hingga sekitar 4 miliar Euro (berkisar Rp 66,2 triliun).
Tetapi, media di Prancis menilai bahwa hal itu saja tidak akan cukup, mengingat, protes telah meluas menjadi pemberontakan anti-Presiden Emmanuel Macron. Hal itu kemudian dibuktikan dengan jumlah massa demonstrasi yang tetap tinggi pada akhir pekan lalu, pascapemerintah mengumumkan pembatalan kenaikan pajak BBM beberapa hari sebelum protes dimulai.
Jumlah demonstran gerakan Gilets jaunes pada empat pekan terakhir menurut data yang dihimpun BBC, dilansir pada 10 Desember 2018:
- Pada 17 November 2018: 282.000 demonstran, satu orang tewas, 409 terluka, 73 pendemo ditahan
- Pada 24 November 2018: 166.000 demonstran, 84 orang terluka, 307 pendemo ditahan
- Pada 1 Desember 2018: 136.000 demonstran, satu orang tewas, 263 terluka, 630 pendemo ditahan
- Pada 8 Desember 2018: 136.000 demonstran, 118 orang terluka, sekitar 1.220 pendemo ditahan
Aksi protes selalu digelar pada Sabtu, dan menurut berbagai laporan media, upaya aparat untuk meredakan ketegangan pascademo dapat berlanjut hingga Minggu.
Akhir pekan lalu, demonstran juga mengecam biaya hidup yang tinggi dan reformasi ekonomi liberal yang direncanakan sang presiden.
Massa mengatakan, kebijakan reformasi ekonomi Macron hanya mendukung orang kaya dan ia tidak melakukan apa pun untuk membantu orang miskin.
Pemrotes juga ingin agar Macron melangkah lebih jauh untuk membantu rumah tangga miskin yang tertekan, peningkatan upah minimum, pajak yang lebih rendah, gaji yang lebih tinggi, pajak dan biaya energi yang lebih murah, tunjangan pensiun yang lebih baik dan bahkan pengunduran diri sang presiden Prancis.
Sementara itu, gelombang dukungan publik terhadap Macron telah berkurang, dengan tingkat approval rating pemimpin muda itu turun menjadi 25 persen memasuki akhir November 2018.
Sedangkan dukungan publik untuk gerakan Gilets jaunes justru tinggi --jajak pendapat yang dilakukan setelah protes Sabtu 1 Desember lalu menunjukkan bahwa lebih dari setengah populasi Prancis mendukungnya dengan prosentase sekitar 66 persen menurut BBC News. Namun, prosentase itu menurun jika dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya.
Macron hanyalah yang terbaru dari banyak pemimpin Prancis yang kehilangan dukungan karena mencoba mengubah negara itu menjadi negara yang lebih bersahabat untuk melakukan bisnis. Penggelapan pajak kekayaannya, misalnya, menjadi bumerang bagi pemerintahannya dan memicu kritik bahwa ia bekerja untuk elit dan merendahkan orang miskin.
Simak video pilihan berikut:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Respons Demo Pajak BBM Naik, Presiden Prancis Siap Bertemu Serikat Buruh"
Post a Comment