Sementara itu, meski Maduro mengobarkan perang retorika, di mana baru-baru ini memerintahkan pasukannya untuk bersiap melawan penjajah "imperialis", namun banyak pengamat menilai sangat kecil intervensi asing hadir di Venezuela.
Namun, menurut Matias Spektor, ahli hubungan internasional dari Getúlio Vargas Foundation yang bebrbasis di Brasil, kesabaran di tingkat regional terlihat mulai habis.
Hal itu dikarenakan situasi kian memburuk di Venezuela, dan kondisi politik Amerika Latin tengah membelok ke sayap kanan di bawah para pemimpin baru, seperti Bolsonaro di Brasil, Iván Duque di Kolombia, Sebastián Piñera di Chile, dan Mauricio Macri di Argentina.
"Dinamika berubah dengan sangat cepat," kata Spektor, menyebut kebangkitan politikus sayap kanan itu jelas berita buruk bagi Maduro.
Spektor mengatakan, deklarasi tegas Grup Lima yang tak terduga --mencakup rencana sanksi keuangan, mencegah pejabat tinggi Venezuela memasuki negara mereka, dan menangguhkan kerja sama militer-- tampaknya sebagian dirancang untuk membujuk militer Venezuela untuk meninggalkan Maduro.
"Agar rezim runtuh, Anda perlu mengeluarkan Maduro dari negara itu dan Anda harus membuat militer berhenti mendukungnya," kata Spektor.
Akan tetapi, Spektor justru menyadari bahwa beberapa negara Amerika Latin tidak ingin perubahan rezim di Venezuela dipaksakan oleh pihak asing, "karena mereka tahu betul itu akan menjadi bumerang".
Sebagai contoh adalah Meksiko. Di bawah pemerintahan presiden barunya yang berasal dari sayap kiri, Andrés Manuel López Obrador, negara itu menolak bergabung dengan serangan anti-Maduro, sebuah langkah yang dikecam oleh para aktivis hak asasi manusia dan oposisi Venezuela.
"Saya tidak mau ikut campur urusan negara lain," kata Lopez Obrador pekan lalu, menekankan kembalinya Meksiko ke kebijakan luar negeri tanpa intervensi.
Masih Ada Perlawanan Terhadap Maduro
Meski begitu, suara-suara paling berpengaruh di Amerika Latin tetap bergerak melawan Maduro, membuat sosok pemimpin berusia 56 itu semakin tidak bersahabat di wilayah, yang oleh pendahulunya Hugo Chavez, ingin digabung dalam kesatuan Bolivarian, sebagaimana yang diberikan kolonial Spanyol pada era revolusi, lebih dari seabad lalu.
Brasil, khususnya, tampak siap untuk memainkan peran di garis terdepan dalam dorongan diplomatik untuk memaksa Maduro mundur dari kursi kepresidenan.
Menteri Luar Negeri Brasil, Ernesto Araújo, mengisyaratkan bahwa terjadi perdebatan garis pada pekan ini.
"Anda harus menghadapi ancaman, terutama dari rezim non-demokratis yang mengirimkan kejahatan, ketidakstabilan dan penindasan. Anda tidak bisa membiarkan kediktatoran seperti Venezuela dan Kuba," katanya.
from Berita Internasional, Sains, Feature, Kisah Inspiratif, Unik, dan Menarik Liputan6 kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2VIdthSBagikan Berita Ini
0 Response to "Jadi Presiden Venezuela Lagi, Nicolas Maduro Dikecam Banyak Negara Tetangga"
Post a Comment