:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2645559/original/005377900_1547001227-Qunun.jpg)
Liputan6.com, Bangkok - Pada Minggu 6 Januari 2019, sebuah akun Twitter baru dibuat oleh seorang remaja perempuan Arab Saudi berusia 18, yang ditolak masuk ke Thailand saat berusaha menyelamatkan diri dari ancaman keluarga dan risiko dibunuh di negara asalnya.
Pesan pertama dari Rahaf Mohammed al-Qunun --nama remaja tersebut-- diunggah dalam bahasa Arab pada pukul 03.20 pagi waktu Thailand dari area transit bandara Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand.
Twit tersebut, sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Rabu (9/1/2019), berbunyi: "Saya adalah gadis yang melarikan diri dari Kuwait ke Thailand. Hidup saya dalam bahaya jika saya dipaksa untuk kembali ke Arab Saudi."
Setelah twit awalnya, Qunun mengunggah hampir tanpa henti selama lima jam, mengatakan dia telah dilecehkan dan diancam oleh keluarganya yang berasal dari Arab Saudi.
Tidak lama berselang, sebuah kampanye dengan tanda pagar (tagar) #SaveRahaf merebak secara masif di media sosial, disebarkan oleh jaringan aktivis hak asasi manusia di seluruh dunia.
Di belahan dunia lain, perhatian besar pengguna Twitter terhadap tagar #SaveRahaf membuat seorang aktivis AS keturunan Mesir, Mona Elthaway, menerjemahkan seluruh twit Qunun dan menyebarnya secara lebih luas.
"Saya sebenarnya sempat ragu apakah akun tersebut benar-benar menyampaikan fakta, tapi saya tetap lanjut me-retwit semua kicauannya," jelas Eltahawy.
Di belahan Bumi lainnya, seorang jurnalis video asal Sydney, Australia, memperhatikan retwit terjemahan Elthaway tersebut.
Sophie McNeill --nama jurnalis video itu-- dari stasiun televisi Australia Broadcast Corp, mulai merespons twit secara langsung ke Qunun, dan keduanya pun mulai berkorespondensi secara pribadi.
Retwit yang Mendorong Perubahan Sikap Otoritas Thailand
Pukul 11.00 pada hari Minggu di Thailand --delapan jam setelah Qunun mulai mengetwit-- Wakil Direktur Asia untuk Human Rights Watch, Phil Robertson, yang berbasis di Bangkok, juga mulai meretwit kasus ini.
Robertson juga menghubungi Qunun secara langsung, dan remaja yang tengah ketakutan itu pun menjawab.
"Dia mengatakan telah mengalami pelecehan fisik dan psikologis. Dia juga mengaku telah membuat keputusan untuk meninggalkan Islam. Dan saya tahu begitu dia mengatakan alasan tersebut, dia sedang dalam masalah serius," kata Robertson kepada kantor berita Reuters.
Setelah 36 jam kemudian, tagar tersebut berhasil mendorong pemerintah Thailand untuk membatalkan kebijakan memaksa wanita itu masuk ke pesawat yang akan mengembalikan ke keluarga kandungnya.
Qunun diizinkan memasuki Thailand dan pada Selasa 8 Janauri, dia memulai proses pencarian suaka di negara ketiga melalui badan pengungsi PBB, UNHCR.
"Semua orang menyaksikan. Ketika media sosial bekerja, inilah yang terjadi," kata Robertson.
Di bawah sistem hukum syariah yang dianut oleh Arab Saudi, melepaskan diri dari ajaran Islam adalah bentuk kejahatan yang bisa dihukum mati, meskipun selama beberapa dekade terakhir belum ada kasus serupa terekspos hingga ke mancanegara.
Simak video pilihan berikut:
Seorang hijaber wanita asal Arab Saudi rayakan kebebasan mengemudi di negaranya dengan membuat lagu rap.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tagar #SaveRahaf Bikin Kasus Remaja Saudi Kabur Takut Dibunuh Keluarga Mendunia"
Post a Comment