Tetapi, dua taun berlalu, program itu urung terlaksana di Cilacap. Sugeng menilai, pangkal soalnya adalah rendahnya kemauan pemerintah daerah untuk menyelesaikan konflik agraria.
Menurut Sugeng, rendahnya komitmen Pemda untuk menyelesaikan sengketa agraria itu bisa dilihat dari minimnya sosialisasi program perhutanan sosial di kawasan hutan yang berpotensi menjadi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).
Instansi terkait, seperti BPN, Dinas Pertanahan dan Permukiman maupun lembaga lainnya terlihat enggan mensosialisasikan program yang sebetulnya diluncurkan untuk kesejahteraan masyarakat ini.
“Program itu tidak tersosialisasikan kepada warga masyarakat kepada masyarakat sekitar hutan secara utuh oleh instansi terkait. Kedua, kelihatannya, LMDH itu dari awal kelihatannya memang tidak sependapatan dengan adanya program perhutanan sosial,” ucap Sugeng.
Bukti lainnya adalah hingga saat ini, Pemda Cilacap belum membentuk tim gugus tugas reforma agraria meski Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional telah mengeluarkan surat keputusan (SK) bernomor 79/SK-LR.07/I/2019 tentang Pembentukan Tim Reforma Agraria di Tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
“Baru rencana, Tapi sampai sekarang belum terealisasi,” ujar Sugeng.
Menurut dia, di Cilacap banyak kawasan yang hutan yang layak dijadikan TORA. Tetapi, saat ini hanya tiga yang mengajukan IPHPS. Tiga wilayah itu yakni, Mentasan dan Sarwadadi Kecamatan Kawunganten serta Gintungreja Kecamatan Gandrungmangu.
Di tiga wilayah itu, warga masing-masing desa mengajukan IPHPS dengan luasan total mencapai 1.500 hektare untuk sekitar 2.500 pemohon.
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2TuAFCZBagikan Berita Ini
0 Response to "Perjuangan Petani Cilacap Peroleh Tanah yang Dijanjikan"
Post a Comment