Search

Pesan Sakral di Balik Reog Ponorogo

Versi pertama adalah Klana Sewandana, raja kerajaan Bantarangin yang melamar putri raja Kediri yakni Dewi Sanggalangit dengan syarat dibuatkan gamelan model baru dan manusia berkepala harimau. Gamelan tersebut menjadi cikal bakal kesenian reog yang saat itu disebut “Gumbung”.

Versi kedua adalah Ki Ageng Kutu, abdi raja Brawijaya V yang memilih meninggalkan Majapahit karena menganggap Brawijaya V tidak menguasai kerajaan dan lebih dikuasai isterinya.

Kemudian Ki Ageng Kutu mendirikan padepokan Surukubeng di daerah Wengker (wilayah Ponorogo masa lampau) dan melatih ilmu kanuragan melalui permainan Barongan. Barongan dimaksudkan sebagai sindiran terhadap Raja Brawijaya V.

Ternyata sindirin tersebut dianggap sebagai bentuk “mbalelo” atau pemberontakan terhadap Brawijaya V. Nyatanya padepokan Surukubeng susah ditundukkan lalu Brawijaya V mengutus Raden Katong untuk menaklukkan.

Misi tersebut berhasil dan sebagai hadiahnya adalah tanah perdikan Wengker untuk Raden Katong.

Versi ketiga, sebelum Raden Katong menguasai Wengker, Ki Ageng Kutu telah menciptakan Barongan yang menjadi permainan para warok. Setelah Ki Ageng Kutu berhasil dikalahkan maka Raden Katong memandang perlu melestarikan Barongan sebagai media dakwah Islam.

Barongan yang dahulu dipunyai para warok sekarang menjadi milik masyarakat Ponorogo dan diganti nama menjadi “Reog”.

Kata reog berasal dari kata “riyokun” artinya husnul khatimah, dengan maksud perjuangan Raden Katong dan kawan-kawannya diharapkan menjadi perjuangan yang mendapat ridho Tuhan.

Apa pesan-pesan dibalik seni pertunjukan itu? Mungkin hasil penelitian Asmoro Achmadi dapat dijadikan acuan. Achmadi mengkaji nilai-nilai kesenian reog Ponorogo ditinjau dari “konsep nilai” milik Max Scheler yang meliputi nilai kerohanian, nilai spiritualitas, nilai kehidupan, dan nilai kesenangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesenian reog Ponorogo memuat nilai kerohanian atau unsur-unsur batiniah seperti penjiwaan pada setiap pemain reog yang meliputi nilai dakwah, nilai kelestarian, nilai kepercayaan, dan nilai magis.

Selain itu reog Ponorogo memiliki nilai spiritual yaitu memuat hal-hal yang melahirkan gairah dan getaran jiwa yakni nilai budaya, nilai keindahan, nilai moral, nilai seni, nilai simbolik, dan nilai superioritas.

Tata nilai selanjutnya adalah unsur-unsur lahiriah yang berkaitan dengan keperluan hidup keseharian meliputi nilai kepahlawanan, keadilan, dan nilai kesejahteraan.

Yang tidak kalah penting, reog Ponorogo lekat dengan nilai kesenangan yang memuat unsur-unsur pada pembiasan hidup positif meliputi nilai hiburan, nilai kepuasan, nilai kompetitif, nilai material, dan nilai pertunjukan.

Penelitian itu juga menyebutkan bahwa nilai warok dapat ditransformasikan dalam upaya membangun karakter bangsa. Nilai warok tersebut adalah ketangguhan, pemberani, pantang menyerah, dan patriotik.

Lalu apakah tata prinsip yang menjadi landasan hidup itu telah tercermin lewat sikap batin bernama moralitas, beserta aspek fisiknya berupa etiket-etiket dalam tata kehidupan? Ini adalah pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2CdQao7

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Pesan Sakral di Balik Reog Ponorogo"

Post a Comment

Powered by Blogger.