:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2762857/original/044393100_1553713865-PANTAI_TELUK_PENYU-Ridlo.jpg)
Tentu mereka punya cara untuk melaut di tengah ancaman gelombang tinggi. Dilahirkan di tengah masyarakat pesisir membuat mereka sarat pengalaman. Sebagian diajarkan oleh tetua-tetua, lainnya adalah gemblengan langsung melaut di Samudera Hindia yang terkenal ganas.
Biasanya nelayan tradisional dengan ukuran perahu di bawah ukuran lima groos ton (GT) melaut ke timur hingga perbatasan Kebumen dan ke barat hingga perbatasan Pangandaran. Kini, nelayan hanya bisa melaut di kawasan selatan Cilacap tidak lebih dari lima mil laut atau hanya di sekitar Pulau Nusakambangan.
"Akhirnya daerah operasinya tidak bisa terlalu jauh. Pertama karena ada gelombang, kedua khawatir ancaman angin kencang, kan mereka bisa repot, susah," Teuku menjelaskan.
Meski melaut, nyatanya hasil tangkapan nelayan pun terbatas. Sebab, dalam kondisi laut bergelombang tinggi, nelayan tidak bisa melaut dalam waktu normal. Selain itu, nelayan pun tak bisa mencari ikan di tempat biasanya.
Ditambah lagi, air laut kerap keruh. Dalam kondisi keruh, ikan jarang naik ke permukaan. Imbasnya, jaring nelayan kerap kosong melompong.
"Sebenarnya, sih enggak musim panen ikan, lagi susah juga cari ikan. Cuma karena kebutuhan saja, daripada di rumah saja, mau nggak mau akhirnya ya tetap melaut," ucapnya.
Teuku mengemukakan, nelayan Cilacap yang terdaftar sebagai anggota HNSI berjumlah sekitar 11 ribu orang. 80 persennya adalah nelayan kecil atau nelayan tradisional dengan ukuran kapal kurang dari lima groos ton.
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2uyX6b7Bagikan Berita Ini
0 Response to "Senandung Nelayan Cilacap di Tengah Gelombang Tinggi Laut Selatan"
Post a Comment