:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1759547/original/072912300_1509708000-20171102_nanadolphin_afp.jpg)
Liputan6.com, Jakarta - Harapan hidup rata-rata lumba-lumba di alam bebas adalah 20-30 tahun, namun ketika mamalia ini hidup di penangkaran, jumlah tersebut menyusut setidaknya 2 kali.
Ada beberapa jenis binatang yang habitatnya di air dijadikan sebagai 'maskot' dalam sebuah pertunjukan hiburan yang menampilkan satwa dilindungi. Misalnya saja sirkus atau pentas lumba-lumba atau singa laut atau anjing laut.
Ketika para oknum memanfaatkan hewan tersebut demi mengambil keuntungan, mereka sudah tidak mempedulikan lagi kondisi yang dialami para binatang yang mereka gunakan. Bahkan ketika ada lumba-lumba yang mati, tanpa mempublikasikannya, lumba-lumba tersebut diganti dengan yang baru.
Sejumlah negara telah mengeluarkan undang-undang yang melarang pertunjukan lumba-lumba. Tetapi di beberapa negara lain, pentas semacam ini masih saja ada dan dianggap normal.
Mirisnya, masih banyak masyarakat yang belum menyadari atau bahkan tak peduli dengan apa yang ada 'di balik layar' dari panggung-panggung itu.
Bright Side yang dikutip pada Senin (1/4/2019), menemukan sejumlah persepsi dari orang-orang yang mengunjungi atraksi-atraksi yang melibatkan lumba-lumba, singa laut, anjing laut, gajah, harimau, singa, monyet, dan sebagainya.
Seringkali, pemasaran yang dilakukan oleh pihak penyelenggara acara dianggap berhasil meyakinkan publik bahwa binatang-binatang itu bahagia berada di 'cengeraman' mereka. Simak 4 mitos di bawah ini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Seekor ikan lumba-lumba terdampar di bibir Pantai Weymouth. Lumba-lumba ini ditemukan warga Dorset dalam kondisi hidup.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "4 Mitos Menarik Soal Pertunjukan Lumba-lumba yang Beredar di Masyarakat"
Post a Comment