:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-gray-landscape.png,553,20,0)/kly-media-production/medias/2770879/original/025662500_1554491925-merapi2.jpg)
Liputan6.com, Magelang - Mengapa pagi selalu memikat? Semua kegiatan dimulai pagi hari. Pujangga dan filsuf-filsuf juga menempatkan pagi sebagai metafora semangat hidup.
Di Desa Banyubiru Gunung Gono, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, setiap pekan digelar pasar tradisi. Bertajuk Pasar Tradisi Lembah Merapi, pasar ini digelar sejak pagi dengan mengusung konsep lawas. Didominasi dengan lapak kuliner lokal masa lalu dan ndeso.
Keistimewaan pasar tradisi lembah Merapi adalah tidak berlakunya mata uang rupiah. Seluruh transaksi menggunakan mata uang lokal bernama Dhono yang terbuat dari bambu.
Kepala Desa Banyubiru, Wintoro menjelaskan, konsep pasar tradisi lembah Merapi ini murni ide warga lembah Merapi.
"Harapannya, pasar ini mampu menjadi ikon wisata baru di Magelang sekaligus meningkatkan dinamika pariwisata di Banyubiru," kata Wintoro.
Pedagang di pasar tradisi Lembah Merapi adalah warga Desa Banyubiru. Secara visual untuk kepentingan wisata, diwajibkan mengenakan kebaya dan kain. Untuk mendukung suasana tempo dulu, maka berbagai ornamen tradisional ditebar sebagai hiasan.
Akan halnya dengan penggunaan mata uang Dhono, menurut Wintoro adalah sebagai strategi bisnis. Kurs satu Dhono saat ini adalah Rp 2000,-. Pengunjung harus menukar uang rupiahnya baru bisa digunakan untuk bertransaksi.
"Hanya uang Dhono yang dapat dibelanjakan makanan yang ditawarkan di sini. Pasar pagi hari. Pasar Tradisi Lembah Merapi," kata Wintoro.
Simak video tentang Pasar Tradisi Lembah Merapi berikut:
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2IhMs0OBagikan Berita Ini
0 Response to "Eksotisme Pagi Saat Rupiah Tak Laku di Lembah Merapi"
Post a Comment