:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape.png,553,20,0)/kly-media-production/medias/2772958/original/005433600_1554725293-_MG_2339.JPG)
Liputan6.com, Malang - Setelah tiga hari di Kota Batu, Jawa Timur, untuk liburan akhir Maret lalu, seorang teman perjalanan menyimpulkan hawa di Batu tak sedingin sembilan tahun lalu, ketika dia masih kuliah Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang hingga lulus pada 2011.
"Mungkin ini pengaruh pemanasan global," komentar Syaini Sukijan, teman seperjalanan itu.
Di Batu, kami menyewa satu homestay di daerah Gondang Rejo, Desa Oro-oro Ombo. Karena weekend, sewanya lumayan mahal Rp 750 ribu per malam dengan 4 kamar plus pemanas air mandi. Saat weekday bisa dapat sewa lebih murah berkisar Rp 500 ribu permalam.
Homestay ini cukup strategis, dekat ke mana-mana. Hanya 20 menit ke pusat permainan Batu Night Spectacular (BNS), 15 menit ke alun-alun dan 30 menit ke Museum Angkut.
Tiap pagi, sebelum berwisata, kami biasa ngopi dan ngobrol di teras, sambil memandangi Gunung Panderman yang menjulang dan tetap berselimut kabut hingga siang.
"Dulu, kalau nginap di Batu, tak berani mandi pagi dan kemana-mana pakai jaket karena pasti menggigil. Sekarang, hawa airnya sejuk saja, tidak lagi menggigil," kata Nur Alim, teman seperjalanan lain, mengulang kesimpulan soal perubahan suhu di sana.
Benar atau tidak ihwal dampak pemanasan global itu, yang pasti itu analisa amatiran. Tapi, kota yang mulai identik dengan kemacetan ini tetap paling asyik untuk bermalam, walau tujuan wisatanya ke daerah lain.
Gugusan pantai di wilayah Malang Selatan adalah tempat yang ingin kami jelajahi. Dengan Teluk Asmara Beach sebagai tujuan utama. pantai yang baru dibuka dua tahun lalu ini menarik karena dijuluki 'Raja Ampatnya Malang'.
Butuh empat jam naik mobil ke pantai di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang itu. Mungkin bisa lebih singkat satu jam, andai tak terjebak macet di depan Universitas Muhammadiyah Malang ketika kami berangkat jam sepuluh dari penginapan.
Ada dua jalur untuk sampai ke Teluk Asmara. Lampu merah setelah pasar buah Gadang jadi patokan. Bisa belok kiri lewat Kecamatan Turen, ini jalur ke pantai Sendang Biru atau ambil lurus lewat daerah Gondang Legi yang termbus ke Pantai Balekambang di Kecamatan Bantur.
Dalam peta digital, Teluk Asrama letaknya di tengah-tengah antara Teluk Biru dan Balekambang. Sopir agen wisata yang kami sewa memilih lewat Turen dan pulang lewat Gondang Legi. Agar pulangnya searah, tak perlu bolak balik, katanya.
Jalur ke Sendang Biru lewat Turen ternyata 'horor' sekaligus menawan. Horor karena badan jalan sempit, rute meliuk-liuk naik turun gunung dan keluar masuk hutan. Ditambah tanjakan curam dan tikungan tajam, mewajibkan pengemudi zero accident, sebab bisa berakhir di jurang yang maha dalam.
Banyaknya rombongan, terutama ibu dan anak-anak yang gugur karena muntah dan pusing selama perjalanan. Adalah tanda betapa horornya jalur ini.
Namun, hamparan sawah di kaki bukit juga rimbun hutan pohon Pinus yang tinggi menjulang menjadi obat pelipur dalam perjalanan yang melelahkan. Atau bisa juga mengusir lelah dengan mencoba durian yang dijajakan warga di pinggir hutan. Sayang harganya tak ramah wisatawan kelas karyawan. Besar atau kecil dipukul rata Rp 50 ribu perbiji.
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2D5e59XBagikan Berita Ini
0 Response to "Petualangan Seru Menjelajahi Teluk Asmara dan Pantai-Pantai Tersembunyi di Malang Selatan"
Post a Comment