:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2806339/original/009625400_1557914457-geng2_h.jpg)
Liputan6.com, Kendari - Di sudut Kota Kendari, tepatnya di Kelurahan Petoaha, Kecamatan Abeli, tinggal sekelompok janda yang sudah renta. Mereka rata-rata berusia berkisar 70 hingga 80 tahun, warga asli suku Bajo.
Melihat gerak-gerik yang sudah tak energik lagi, mereka seharusnya sudah tinggal saja di dalam rumah. Namun, setiap hari masih melakoni pekerjaan yang tak pernah disentuh sekitar 500 orang warga yang menetap di wilayah itu.
Hampir setiap hari sejak pagi buta, wanita-wanita lansia yang sudah belasan tahun bermukim di pinggir teluk Kendari itu sudah keluar bekerja. Mengitari teluk, memungut ratusan bahkan ribuan sampah plastik bekas.
Mengayuh perahu sejak jam 5.30 Wita, baru pulang ke rumah sekitar pukul 09.00 Wita. Memulung dengan perahu, mereka menyusuri pinggiran teluk dan tidak pulang jika perahu tak terisi sampah plastik bekas.
Sampah plastik hasil buruan ini, dibungkus dan dipadatkan di dalam karung kecil. Setelah dijemur beberapa hari, pengepul akan datang dan menimbang hasil kerja mereka.
Mereka tak pilih-pilih jenis sampah plastik. Yang penting mengapung di teluk, mereka akan dekati dan dimuat dalam perahu.
Beberapa di antara mereka ada yang sudah melakoni aktivitas itu sejak 5 tahun lamanya. Bahkan, ada beberapa orang janda yang sudah beraktivitas hampir 10 tahun di wilayah itu.
Mbotada (80), salah seorang wanita lansia yang sudah sekitar 4 tahun beraktivitas sebagai pemulung, mengaku terpaksa menjalani pekerjaan itu. Risma, salah seorang kerabatnya menceritakan aktivitas janda yang sudah memulung sejak suaminya meninggal dunia.
Risma mengatakan, perahu yang digunakan Mbotada untuk memungut sampah sehari-hari hanyalah perahu butut yang sudah penuh tambalan. Tak memiliki anak, wanita lansia itu harus hidup mandiri sejak 10 tahun lalu.
"Meskipun sudah tua, setiap hari dia bisa memungut sampah hanyut seberat 10 sampai 20 kilogram di Teluk Kendari," ujar Risma.
Risma melanjutkan, sampah yang dikumpulkan Mbotada dan rekannya ini akan dijual ke penadah yang tak jauh dari permukiman mereka di Kelurahan Petoaha, Kecamatan Abeli, Kota Kendari.
Huna (70), pemulung lainnya di wilayah itu, sudah melakoni aktivitas memulung sekitar 2 tahun. Saat Liputan6.com berusaha berkomunikasi, dia seperti tak menyimak. Salah seorang tetangganya menimpali, harus berbicara dengan suara agak keras supaya bisa dimengerti.
Hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa Bajo, Huna mengatakan setiap seminggu atau dua minggu sekali menjual bisa hasil kerjanya ke panadah. Kadang, sampah hasil memulungnya, mencapai Rp 100 ribu saat dibayar pembeli. "Biasa juga kurang," ujarnya.
Salah seorang pemulung lainnya bernama Jompi (65), kerap mendapatkan rezeki saat memulung sampah plastik yang hanyut di Teluk Kendari. Memulung sejak tahun 2000, beberapa perabotan rumah tangga bekas yang hanyut di teluk, kerap dibawa pulang ke rumah.
"Saya bersihkan, kemudian simpan di dapur untuk dipakai,"ujarnya,
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2HlCjiDBagikan Berita Ini
0 Response to "Cerita Janda Tua Jadi Anggota Geng Pemulung di Teluk Kendari"
Post a Comment