:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2813644/original/030982100_1558594850-IMG_20190523_125005.jpg)
Tak hanya gajah, Ongku Imi juga menyebut sejumlah satwa lainnya seperti harimau, rusa, kancil dan kijang, juga datang ke lokasi. Harimau selama ritual berlangsung tidak menumpahkan darah atau memangsa hewan lainnya.
"Seperti yang saya bilang, kalau gajah itu masih ada karena tidak dibunuh akibat pembukaan hutan, bisa dilihat langsung. Saya yang menjamin ini bukanlah mitos," katanya.
Menurut pria yang juga dipanggil Manglin Vbongsu ini, sembilan kelompok gajah ini juga dipercaya sebagai nenek moyang gajah di Sumatra. Beberapa gajah berkembang biak lalu menyebar ke daerah lainnya di Sumatra.
"Istilahnya sembilan induk gajah di Sumatra, ada juga disebut sembilan kasta ataupun sembilan komando," sebut Ongku Imi.
Dia menyebut gajah ini punya hubungan kuat dengan kerajaan yang membangun Candi Muara Takus. Ceritanya, gajah ini memang dibawa ke sana lalu dilepas oleh sejumlah orang yang dipanggil Dewi tadi.
"Dan setiap purnama, induk gajah kembali lagi ke candi untuk melakukan puja dan disambut Dewi tadi," terang Ongku.
Terlepas dari benar atau tidaknya cerita Ongku Imi ini, ada beberapa hal yang menjadi pelajaran. Salah satunya menjaga habitat gajah di mana Kampar dulunya dikenal sebagai salah satu kantong satwa berbelalai itu di Riau.
"Sekarang, gajah masih ada atau tidak, hutannya masih ada atau tidak sebagai tempat tinggalnya. Bukan pembukaan hutan itu namannya pembunuhan terhadap gajah," jelas Ongku Imi.
Simak video pilihan berikut ini:
Ribuan umat Buddha dari berbagai daerah di Indonesia mengikuti detik-detik Waisak 2563 BE/2019 di pelataran Candi Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tunai Janji Gajah di Candi Muara Takus Saat Purnama Datang"
Post a Comment