Liputan6.com, Aceh - Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) menggagas program Keluarga Tangguh Bencana (Katana). Program ini mengedepankan keluarga sebagai lokus mitigasi bencana.
Katana disebut program yang berangkat dari pandangan bahwa kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam menghadapi bencana atau mitigasi bencana perlu ditempa terus menerus. BNPB mencatat, dari Januari hingga Desember 2019, terjadi 3.415 bencana yang mengakibatkan 462 jiwa meninggal.
Katana digulirkan untuk mengurangi potensi ancaman serta jumlah masyarakat yang terpapar risiko bencana. Medium utama sosialisasinya ialah keluarga, selaku struktur masyarakat terkecil.
Adapun 3 poin penting yang jadi usulan program ini, yaitu, menjadi sokoguru, berbasis teknologi, dan melibatkan kelompok rentan. Sementara, 3 tahapan dalam Katana, dengan bahasa sederhana, yakni, tahu risiko bencana, paham manajemen bencana, serta mampu menyelematkan diri sendiri, keluarga hingga tetangga.
Program yang merupakan bagian dari Desa Tangguh Bencana (Destana) ini akan diimplementasikan pada 2020. Sasaran prioritasnya ialah masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana berdasarkan daftar di buku katalog bencana.
Simak video Pilihan Berikut Ini:
Peluncuran Katana di Aceh
Di Aceh, Katana diluncurkan di Pantai Janthang, Lhoong, Aceh Besar, Minggu (8/12/2019). Pasie Jantang dipilih karena berdekatan dengan gua Eek Leuntie, jejak tsunami 7.500 tahun lalu, yang menandai bahwa tsunami di Aceh merupakan peristiwa berulang.
Peluncuran perdana program Katana di Serambi Makkah ditandai dengan pelepasan burung merpati dan tabuhan rapai, alat musik khas Aceh, sejenis gendang pipih bundar. Hadir saat itu Kepala BNPB, Doni Monardo, didampingi dan disaksikan para pihak.
Melalui Katana, Doni berharap persentase individu dan keluarga yang mampu bertahan hidup atau selamat dari bencana mencapai 98 persen. Ia berharap program ini bisa menyentuh seluruh keluarga di Indonesia, kelak.
Menurut Doni, Katana merupakan tugas bersama, bisa terakselerasi secara pentahelix, atau adanya kolaborasi para pihak. Tidak bisa diberatkan pada satu lokus saja, kendati di sini, keluarga yang jadi lokus utamanya.
"Urusan bencana tidak bisa dibebankan pada satu unsur saja karena bencana adalah urusan bersama," ujar Doni, dalam rilis tersiar diterima Liputan6.com, Minggu siang (8/12/2019).
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Katana dan Jejak Tsunami Aceh 7.500 Tahun Lalu"
Post a Comment