:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2391648/original/020304000_1540378660-20181024-Bendera_VOC.jpg)
Liputan6.com, Perth - Angin membelokkan arah perjalanan Dirk Hartog ke timur. Memisahkannya dari armada kapal dagang Belanda.
Kapal Eendracht yang dinakhodainya kian jauh dari tujuan awalnya: Hindia Belanda atau yang kini menjadi Indonesia, kepulauan kaya yang jadi pundi-pundi harta perusahaan Walanda, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Pada 20 Oktober 1616, saat berniat menuju Selat Sunda, Eendracht justru tiba di perairan yang tak dikenal.
Bahtera itu kemudian buang sauh di sebuah pulau yang kini menyandang namanya, Dirk Hartog Island, Australia Barat. Ia dan sejumlah awaknya berlabuh di ujung utaranya.
Nama Dirk Hartog dan para kelasi kemudian tercatat dalam sejarah sebagai orang Eropa pertama yang menginjakkan kaki di pantai barat Negeri Kanguru.
Hartog menjadi orang kedua yang memetakan sebagian pantai Australia, ketika ia menggambar atlas Negeri Kanguru, lebih dari 400 kilometer, dari Shark Bay ke North West Cape.
Sang pelaut juga jadi yang pertama memberikan nama Eropa untuk Australia, Eendrachtsland -- yang diambil dari sebutan kapalnya.
Nama tersebut tercantum dalam peta bikinan Belanda hingga 1644, ketika penjelajah Abel Tasman menggantikannya dengan New Holland.
Hartog juga meninggalkan 'kenang-kenangan' berupa piringan timah. "Pada 25 Oktober, tiba di sini kapal Eendracht dari Amsterdam," demikian cuplikan dalam prasasti itu, seperti dikutip dari situs duyfken.com, Rabu (24/10/2018).
Di sana juga tertera nama upper merchant atau perwakilan VOC, Gilles Mibais dari Luyck; Kapten Dirk Hartog asal Amsterdam. Kapal tersebut kemudian kembali berlayar 27 Oktober 1616 menuju Bantam (Banten).
Kapal Eendracht kemudian berlayar ke utara, sebelum akhirnya mendekat ke Makassar, Sulawesi. Di sana, 15 awaknya tewas dalam bentrokan dengan penduduk lokal.
Dirk Hartog dan awaknya kemudian tiba di kota pelabuhan VOC, tujuannya, pada Desember 1617. Membawa muatan berlimpah ia tiba di Belanda dengan penuh kejayaan setahun kemudian.
Meskipun itu adalah pelayaran yang sukses, Hartog meninggalkan VOC, kembali ke sektor perdagangan privat hingga ia meninggal dunia pada 1621, pada usia 41 tahun.
Piringan timah itu tetap berada di pulau tersebut hingga 1697, ketika pelaut VOC lainnya, Willem de Vlamingh menukarnya dengan prasasti miliknya sendiri.
from Berita Internasional, Sains, Feature, Kisah Inspiratif, Unik, dan Menarik Liputan6 kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2yBjN0RBagikan Berita Ini
0 Response to "25-10-1616: Menuju Indonesia, Pelaut VOC Tersesat di Australia dan Mencetak Sejarah"
Post a Comment