Liputan6.com, Andaman dan Nikobar - Tak banyak orang yang tahu banyak tentang Suku Sentinel yang mengisolasi diri di Pulau Sentinel Utara, Kepulauan Andaman dan Nikobar, ketimbang antropolog India, T N Pandit.
Sebagai Kepala Dinas untuk Kementerian Urusan Kesukuan India di wilayah Andaman dan Nikobar, Pandit memulai kunjungan ke komunitas pulau terpencil itu beberapa tahun lalu dan berusaha menjalin kontak untuk beberapa dekade.
Suku Sentinel, yang hidup dalam isolasi total selama puluhan ribu tahun, menjadi perhatian global pekan lalu setelah mereka dilaporkan membunuh seorang misionaris warga negara Amerika Serikat, John Allen Chau (27) yang mencoba melakukan kontak dengan mereka.
Para pejabat mengatakan Chau, yang terbunuh pekan lalu, tidak mendapatkan izin resmi untuk perjalanannya.
Dia malah dikatakan telah membayar nelayan lokal sebesar 25.000 rupee untuk membawanya ke pulau secara ilegal dengan harapan mengubah suku itu untuk memeluk Kristen.
Sebuah upaya sekarang sedang dilakukan untuk mencoba dan mengambil kembali jasad pemuda AS itu --sesuatu yang disarankan oleh Pandit dapat dimungkinkan dengan pendekatan tentatif oleh para pejabat.
'Cinta Damai'
Namun Pandit (84), mengatakan dari pengalamannya, kelompok itu sebagian besar "cinta damai" dan menilai bahwa reputasi menakutkan yang dialamatkan oleh berbagai pihak tentang mereka sungguh tidak adil.
"Selama interaksi kami, mereka mengancam kami tetapi tidak pernah mencapai titik di mana mereka akan membunuh atau melukai. Setiap kali mereka gelisah kami mundur," katanya kepada BBC World Service, dikutip pada Selasa (27/11/2018).
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2435882/original/092172200_1542956970-Chau_3.jpg)
"Aku merasa sangat sedih atas kematian pemuda ini (Chau) yang datang jauh-jauh dari AS. Tapi dia melakukan kesalahan. Dia punya cukup kesempatan untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Tapi dia bertahan dan membayar dengan nyawanya."
Pandit pertama kali berangkat untuk mengunjungi Pulau Sentinel Utara, yang eksklusif dihuni oleh Suku Sentinel, pada tahun 1967 sebagai bagian dari kelompok ekspedisi.
Awalnya orang Sentinel bersembunyi di hutan dari pengunjung mereka, dan kemudian pada perjalanan selanjutnya menembak mereka dengan panah.
Dia mengatakan antropolog akan membawa beragam barang bersama mereka dalam ekspedisi selanjutnya untuk mencoba dan menarik kontak.
"Kami telah membawa hadiah panci dan wajan, sejumlah besar kelapa, alat-alat besi seperti palu dan pisau panjang. Kami juga membawa bersama kami tiga orang Onge (suku lokal lain) untuk membantu kami menafsirkan kata-kata dan perilaku orang Sentinel", kenangnya dalam sebuah esai yang memetakan kunjungannya.
"Tetapi prajurit Sentinel menghadapi kami dengan wajah marah dan merengut, bersenjata lengkap dengan busur dan panah panjang mereka, semuanya siap untuk mempertahankan tanah mereka."
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2190390/original/080517000_1525771479-forbes.jpg)
Meskipun sedikit berhasil, mereka akan meninggalkan hadiah di belakang untuk mencoba dan membangun hubungan dengan komunitas misterius.
Dalam satu contoh, Pandit mengatakan Suku Sentinel menganggap babi hidup yang ditawari anggota ekspedisi sebagai binatang yang tidak mereka suka. Mereka dengan cepat menombak hewan itu hingga mati dan menguburnya di pasir.
Setelah beberapa ekspedisi mencoba untuk menjalin kontak, terobosan nyata pertama mereka datang pada tahun 1991 ketika suku itu keluar secara damai mendekati tim ekspedisi India di lautan.
"Kami bingung mengapa mereka mengizinkan kami," kata Pandit. "Itu adalah keputusan mereka untuk menemui kami dan pertemuan itu terjadi dengan persyaratan mereka."
"Kami melompat keluar dari perahu dan berdiri di air setinggi leher, membagikan kelapa dan hadiah lainnya. Tapi kami tidak diizinkan untuk melangkah ke pulau mereka."
Pandit mengatakan dia tidak terlalu khawatir tentang diserang, tetapi selalu berhati-hati ketika dia berada di dekat mereka.
Dia mengatakan anggota tim mereka mencoba berkomunikasi dalam bahasa isyarat dengan Suku Sentinel, tetapi tidak berhasil karena mereka sebagian besar sudah sibuk dengan hadiah yang ditawarkan.
"Mereka berbicara di antara mereka sendiri, tetapi kami tidak bisa memahami bahasa mereka. Kedengarannya mirip dengan bahasa yang diucapkan oleh kelompok suku etnik lainnya di daerah itu (kawasan Andaman dan Nikobar)," kata Pandit.
Simak video pilihan berikut:
Militer Myanmar membenarkan temuan serpihan pesawat militer di Laut Andaman
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kisah Ahli yang Pernah Kontak dengan Suku Sentinel: Mereka Cinta Damai, tapi..."
Post a Comment