Search

4 Kisah Menggetarkan dari Aceh: Lolos dari Tsunami dan Cerita Eks GAM

Kisah orang-orang Aceh yang sempat bergumul dengan maut ditutup dengan cerita seorang eks-kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Meski kisah ini sudah lama terjadi, namun, semangat meraih mimpi sang pelaku pasca nyawanya selamat dari bidikan sniper TNI kiranya menarik untuk disimak.

Kisah ini dialami oleh Jamaluddin, eks- GAM kelahiran 3 Juni 1982, di Desa Gunci, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara. Dia mulai bersentuhan dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sejak 2000. Jiwa keprajuritannya ditempa saat mengikuti latihan di kamp pelatihan militer GAM di Lhok Drien, Daerah I, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara.

Walau tercatat sebagai pasukan Teuntra Nanggroe Aceh (TNA), yang merupakan sayap tempur GAM. Namun, saat itu, Jamal tetap bersekolah. Dia bersekolah di SMA PGRI Krueng Geukueh, Kabupaten Aceh Utara. Ketika ujian naik kelas tiba, Jamal tidak sungkan-sungkan meminta izin kepada komandannya untuk cuti.

"Setiap ujian naik kelas, saya tetap pulang untuk mengikuti ujian sekolah. Dalam situasi darurat militer itu, saya menganggap pendidikan sangat penting untuk kehidupan," ujar Jamal, kepada Liputan6.com, Selasa, 13 November 2018.

Namun, setelah mengikuti Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) atau sekarang UAN, pada 2002, Jamal mengubur niatnya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Dia memilih bergabung dengan pasukan GAM Wilayah IV. Banyak pertempuran yang dilalui Jamal. Namun, hanya satu yang menurutnya paling berkesan. Peristiwa itu terjadi pada tahun 2004 silam.

Saat itu, eskalasi konflik bersenjata di Aceh cukup menanjak. Jamal bersama rekan-rekannya sedang beristirahat di kawasan kawasan hutan Ujung Pancu, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar. Disaat yang sama, pergerakan kelompok GAM Wilayah IV dibawah komando Tengku Muharram itu sedang berada dibawah intaian TNI. Mereka dikepung.

Ketika itu, hari menjelang sore. Jamal alias Ciep-Ciep bersiap menunaikan salat ashar. Senapan Avtomat Kalashnikova kesayangan ditaruh di sisinya. Sementara, rekannya berjaga-jaga dengan mata awas. Seperti biasa, ketika seseorang di antara mereka salat, yang lain menjaga, begitu pun sebaliknya.

Lelaki itu sadar, nyawa mereka sedang diburu. Bisa saja, sewaktu-waktu sebutir peluru menerjang tubuh gempalnya, ketika dia salat. Namun, bagi Jamal, 'langkah, rezeki, pertemuan, maut', biar Sang Khalik saja yang punya rahasia. Ibadah tak boleh ditakar, jika waktu mendatangi, cukup manusia menghampiri.

Apa yang dikhawatirkan betul terjadi, baru saja dia menyelesaikan tasyahud awal ketika terdengar suara mendesing di antara pepohonan. Dia terkesiap. Terasa ada embusan angin melewati kepalanya. Peluru dari sniper yang mengincar kepala Jamal tak mengenai sasaran. Jamal terperanjat. Hutan saat itu menjadi medan tempur antara GAM dan TNI.

"Bidikan di jidat. Karena mereka, TNI, saat itu berada di ketinggian," demikian kata Jamal, seraya menunjuk-nunjuk kening dengan jari telunjuk kanannya. Hari itu, kata Jamal, pertempuran antara pihaknya dengan TNI berlangsung hingga malam. Namun, dia tak tahu apakah ada korban di pihak TNI, sementara di pihaknya tidak ada.

"Saat kontak tembak terjadi, hanya ada dua pilihan. Bunuh atau dibunuh. Perang itu kasar, harus kuat nyali untuk menjadi seorang gerilyawan," kata dia.

Setelah GAM menandatangani MoU dengan RI pada 2005 silam. Jamal sempat bekerja di bawah naungan Komite Peralihan Aceh (KPA). Dia juga sempat beternak ayam. Namun, rupanya cita-cita sejak kecil masih diingatnya. Baginya, itu adalah nazar yang patut dilepas.

Medio 2011, hasrat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi muncul kembali. Tak mau jiwanya yang haus pendidikan itu mati, Jamal mendaftarkan diri ke Fakultas Ekonomi Universitas Setia Budi Mandiri, Medan, Sumatera Utara.

Karena begitu lama memegang senjata, Jamal sempat keteteran saat memegang pena. Pada titik ini, Jamal juga sempat kecewa. Pasalnya, tidak ada pihak yang mau menyokong dana untuk para eks kombatan yang hendak mencecap pendidikan seperti dirinya.

Berkat adanya tekad yang kuat serta didukung oleh rekan-rekan dari civil society tempatnya belajar berorganisasi, serta bermodalkan peternakan ayam boiler yang digarap secara swadaya sejak aktif bekerja di bawah naungan KPA pada 2006 lalu, Jamal akhirnya berhasil meraih gelar sarjana muda pada tahun 2014.

Tak sampai di situ, pada 2015, Jamal melanjutkan pascasarjana di Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Baru-baru ini, suami Merianti itu berhasil menyisipkan titel master di ujung namanya. Lelaki bergelar Magister Manajemen itu menggondol Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.44.

"Allah masih berkehendak lain saat itu. Dan saya selamat hingga hari ini," syukurnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Let's block ads! (Why?)

from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2L7ZY6q

Bagikan Berita Ini

0 Response to "4 Kisah Menggetarkan dari Aceh: Lolos dari Tsunami dan Cerita Eks GAM"

Post a Comment

Powered by Blogger.