Search

Kaleidoskop Regional 2018: Skandal Paha hingga Heboh Remaja Bertelur

Delapan warga dari Desa Mongoilo, Kecamatan Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo secara tidak sengaja menemukan bangkai pesawat terbang di kawasan hutan perbatasan antara Atinggola dan Bolangmongondow, Kabupaten Bolmut. Saat itu, delapan warga tersebut sedang mencari sarang burung walet di dalam hutan.

Mereka mengabadikan bangkai pesawat yang di badannya terdapat tulisan "Merpati" dan sudah dalam kondisi terlilit ranting-ranting pohon.

Berdasarkan penelusuran Liputan6.com, bangkai pesawat itu merupakan Pesawat NC-212 ‘Karaurpa’ Merpati beregistrasi PK-NYC dengan nomor penerbangan MZ 7970, jenis Casa 212 tipe 200. Pesawat itu jatuh pada Rabu sore, 31 Januari 1992 saat terbang dari Luwuk ke Manado, berpenumpang 18 orang.

Otoritas Bandara Sam Ratulangi, Wensy Malonda, mengonfirmasi kebenaran data itu. "Benar pernah terjadi kasus pesawat jatuh di wilayah Hutan Bolmut tahun 1992, tetapi kasusnya sudah ditutup."

"Pesawat jurusan Manado-Gorontalo itu jatuh di hutan wilayah antara Gorontalo dan Bolmut seluruh penumpang berhasil dievakuasi dan selamat. Jadi tinggal bangkai pesawat saja yang sengaja ditinggal karena medan berat dan kasusnya telah ditutup," jelasnya.

Sejumlah penumpang pesawat nahas itu buka suara. Erwin Giasi, menyebutkan pesawat mendarat darurat sekitar 15 menit sebelum tiba di Bandara Djalaludin Gorontalo.

"Kabut tebal, tiba-tiba pesawat berguncang hebat. Padahal, kata pilot kami segera mendarat. Tapi tiba-tiba kami celaka," kata Erwin.

Pesawat mendarat darurat di atas pohon di hutan Pegunungan Tihengo, Hulu Atinggola, yang berbatasan dengan Bolaang Mongondow Utara dan Bulango Ulu, Bone Bolango.

Menurut Erwin, tim SAR baru berhasil mengevakuasi korban pesawat nahas itu setelah enam hari pasca-jatuhnya pesawat. Saat itu, korban dievakuasi ke posko di Desa Tuntung, Bolaang Mongondow Utara dan diterbangkan dengan helikopter Super Puma milik TNI AU ke gelanggang.

Tidak ada yang meninggal akibat insiden tersebut. Sebanyak 18 penumpang dan tiga kru seluruhnya selamat. "Pak Tomy Sako, ia meninggal karena asma dan usianya memang sudah tua 70 tahun," kata Erwin.

April, Nelayan Kupang Berebut Muntahan Paus 

Marsel Lupung, seorang nelayan dari Desa Sulamu, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, menemukan bongkahan ambergis atau muntahan paus sperma.

Dia tersandung kasus, ketika akan mengirimkan muntahan paus itu di Bandara El Tari Kupang. Marsel mengaku bahwa ia memang tahu bahwa ada undang-undang yang melarang perburuan paus. Namun, ia tidak mengetahui pengambilan muntahan paus juga bagian dari hal yang melanggar undang-undang.

"Saya justru tidak tahu yang saya temukan itu adalah bongkahan muntahan paus. Jadi, saya ambil dan saya kirim ke Bali," ujarnya.

Kepala BBKSDA NTT, Tamen Sitorus menegaskan bahwa pengambilan muntahan paus melanggar Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Muntahan ikan paus ini memiliki nilai ekonomis dan nilai konservasi yang tinggi. Penggalan ini mengacu pada UU No. 5 Tahun 1990," katanya pula.

Ia pun mengakui harga muntahan ikan paus itu bervariasi harganya tergantung berapa berat muntahan tersebut. Namun, harganya bisa mencapai hingga miliaran rupiah.

Kepala BBKSDA NTT, Tamen Sitorus menegaskan bahwa pengambilan muntahan paus melanggar Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Muntahan ikan paus ini memiliki nilai ekonomis dan nilai konservasi yang tinggi. Penggalan ini mengacu pada UU No. 5 Tahun 1990," katanya pula.

Ia pun mengakui harga muntahan ikan paus itu bervariasi harganya tergantung berapa berat muntahan tersebut. Namun, harganya bisa mencapai hingga miliaran rupiah.

Adapun pengamat kelautan dan perikanan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr Chaterina A Paulus, mengatakan, BBKSDA perlu menjelaskan penyitaan muntahan paus atau ambergris dari tangan nelayan.

"BBKSDA Nusa Tenggara Timur perlu menjelaskan alasan dan dasar hukum penyitaan ambergris paus yang ditemukan oleh nelayan di Pantai Oeba, beberapa hari lalu," kata Chaterina A Paulus.

Menurut Chaterina, dari aspek lingkungan, muntahan paus atau ambergris ini sama sekali tidak membahayakan. Hanya saja, perdagangan ambergris ini telah dilarang di beberapa negara seperti Amerika Serikat.

Larangan tersebut karena adanya kekhawatiran terhadap adanya eksploitasi paus secara besar-besaran. Pengajar manajemen sumber daya perairan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Undana itu mengatakan, menjadi salah ketika seorang nelayan atau siapa saja yang membunuh paus dan kemudian memperjualbelikan bagian-bagian tubuhnya.

"Yang terjadi di Pantai Oeba itu adalah ambergris paus yang ditemukan oleh nelayan," ucapnya.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2Akwkqq

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Kaleidoskop Regional 2018: Skandal Paha hingga Heboh Remaja Bertelur"

Post a Comment

Powered by Blogger.