Nuramina Tursan, seorang perempuan berusia 24 tahun dari Kashgar, mengaku bahwa ia masuk ke dalam fasilitas tersebut karena "terinfeksi ekstremisme dan radikalisme setelah menonton video yang ia dapat dari internet."
"Mulanya saya membantu adik saya untuk mencari materi pelajaran di internet, namun kemudian tak sengaja menemukan konten-konten seperti itu," kata Tursan kepada Liputan6.com di lokasi.
Tursan mengatakan, ia menggunakan protokol internet khusus untuk melangkahi ketatnya blokade dan sensor terhadap internet yang diterapkan pemerintah China. Hingga pada akhirnya ia tak menemukan "beragam konten-konten video ekstremisme yang menganjurkan untuk 'membunuh mereka yang tidak seiman atau beriman'."
Awalnya, Tursan hanya menonton satu video. Terpincut rasa penasaran, ia pun mencari lagi video dengan konten serupa.
"Saya pertama kali menonton video berkonten ekstremisme pada 2016 dan setelah berulangkali, saya jadi terinfeksi," kata Tursan menggunakan bahasa Mandarin yang diterjemahkan kepada Liputan6.com.
Tursan mengatakan, setelah menonton banyak video tersebut, ia merasa "punya dorongan untuk membunuh".
"Di dalam hati, saya merasa telah berulang kali ingin membunuh orang," akunya.
Meski pada akhirnya ia tak merenggut nyawa siapa pun, Tursan mengaku bahwa pada suatu waktu di tahun 2018, ia memukuli teman saudara kandungnya karena ia anggap kafir. Kejadian itu, kata Tursan, membuat dirinya masuk ke dalam pusat pelatihan vokasional Kashgar.
"Setelah masuk ke sini, sekarang saya sadar bahwa perbuatan saya salah," jelas Tursan yang mengatakan telah menjalani program vokasional sejak Maret 2018.
Polisi tidak menetapkannya sebagai kriminal atau teroris atas perbuatan itu, melainkan sebagai seorang pelanggar hukum ringan. Akan tetapi, tidak ada proses persidangan yang dijalani oleh Tursan.
"Mereka (polisi) mengatakan kalau saya telah mengganggu ketertiban umum dan melanggar hukum. Mereka menyarankan saya untuk masuk ke dalam sini dan saya pun setuju," kata Tursan.
"Kalau saya tidak masuk ke sini (pelatihan vokasional), mungkin saya akan menjadi teroris. Dan saya mungkin akan benar-benar melakukan pembunuhan dan menghancurkan banyak keluarga serta akhirnya masuk ke penjara," jelasnya.
Sulung dari tiga bersaudara itu kini mengatakan telah mampu berbahasa nasional China, memahami hukum serta membedakan mana yang benar dan salah, juga keterampilan desain pakaian. Ia pun menunjukkan buku yang berisi hasil kelihaian tangannya membuat berbagai rancangan busana di kertas kepada saya.
"Setiap di sini kangen keluarga. Kangen Baba (Ayah), Mama (Ibu), dan saudara," jelasnya, "Tapi sehari dalam sepekan saya bisa pulang ke rumah, jadi kangennya hilang."
Direktur Majid Mahmud mengklaim bahwa sehari dalam sepekan, para siswa berhak untuk pulang menjenguk keluarga untuk kemudian kembali ke fasilitas pada keesokan harinya. Tursan dan beberapa siswa yang penulis temui mengonfirmasi hal tersebut.
Ketika ditanya kapan ia akan menamatkan pelatihan vokasional di fasilitas Kashgar, Tursan mengatakan, "belum tahu kapan. Saya harus menunggu evaluasi petugas," jelasnya.
"Kalau saya sudah memenuhi target pada tiga kurikulum (bahasa, hukum, dan keterampilan) dan lulus evaluasi, baru bisa keluar."
from Berita Internasional, Sains, Feature, Kisah Inspiratif, Unik, dan Menarik Liputan6 kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2CkphijBagikan Berita Ini
0 Response to "Pusat Pelatihan Vokasional Xinjiang, Cara China Atasi Radikalisme yang Dikritik Barat"
Post a Comment