Liputan6.com, Aceh - Sejumlah remaja duduk meriung di salah satu warung kopi di Jalan Swadaya Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, Minggu malam, (24/3/2019). Mereka terpecah dalam beberapa kelompok yang duduk secara terpisah-pisah.
Sesekali terdengar pisuhan dari arah kumpulan remaja yang rata-rata adalah pelajar. Mereka seolah tidak ambil peduli kehadiran para penghuni warung lain yang duduk di dekat meja di mana mereka berada.
"Anj*ng! Sebelah sana, sebelah sana!. Oiii, aduuh! Tuh kan!" seseorang berteriak sambil terus menatap layar ponsel pintar di tangannya.
"Gegara Kei (kamu) lah tuh," seorang remaja bertopi yang duduk di meja ujung dekat bufet tempat makanan menyahut, namun tak melihat lawan bicaranya.
Kedua remaja tadi berbicara melalui mikrofon dari headset yang disangkut di telinga masing-masing. Keduanya terhubung secara daring dalam sebuah gim yang cukup fenomenal saat ini, PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG).
PUBG belum lama ini menjadi topik perbincangan hangat di masyarakat setelah muncul wacana Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mempertimbangkan fatwa haram PUBG. Tragedi penembakan di dua masjid Selandia Baru yang menewaskan 50 orang digadang-gadang menjadi salah satu dalihnya.
Wacana ini mencuat ketika Ketua Umum MUI Jabar, KH. Rahmat Syafi'i, menanggapi hubungan antara gim PUBG dengan tindakan terorisme di Selandia Baru. Namun, sebelum mengeluarkan fatwa, pihaknya ingin mengkaji lebih dalam dampak gim tersebut terlebih dahulu.
"Pertama, harus meneliti peristiwanya seperti apa. Sebab gim itu asalnya boleh. Bisa terlarang apabila memiliki akibat atau dampak langsung yang sangat mengganggu ketenangan masyarakat," kata Rahmat di Bandung pada Kamis (21/3/2019).
Dari negeri berjuluk Serambi Makkah, awak Liputan6.com mencoba mencari tahu apa tanggapan warga dan ulama Aceh terhadap wacana MUI Jabar yang mempertimbangkan fatwa haram PUBG.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tengku Faisal Ali mengaku belum mengambil sikap kendati pihaknya sudah beberapa kali menerima saran dan masukan mengenai hal serupa. MPU Aceh dalam hal ini mendukung semua kebijakan jika kebijakan tersebut membawa maslahat, terlebih bagi generasi muda.
"Sampai sekarang masih belum menentukan sikap akan mengeluarkan fatwa atau tidak. Karena, untuk itu, kita butuh pendalaman terhadap kasus. Dan bukan sekadar ingin berlomba-lomba. Apabila MUI sudah mengeluarkan fatwa, MPU tidak payah lagi mengeluarkan fatwa," kata Ali, Minggu malam (24/3/2019).
Ali mengatakan, jauh sebelum wacana MUI Jabar mencuat ke publik, MPU Aceh pernah merekomendasi agar Pemerintah Aceh mengontrol pelbagai hal yang berkaitan dengan internet yang bisa berdampak buruk bagi generasi muda. MPU Aceh bahkan pernah mengeluarkan fatwa haram judi online.
"Landasan untuk pemerintah untuk melarang sudah ada. Saya kira, tinggal bagaimana pemerintah dengan segala stakeholder-nya melakukan tindakan-tindakan yang bisa menyelamatkan generasi kita dari hal-hal anarkis dan radikal," ujar Ali.
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2Fw8SIGBagikan Berita Ini
0 Response to "Warung Kopi, Milenial Aceh, dan Wacana Fatwa Haram PUBG"
Post a Comment