Batu megalith yang ditemukan di tengah sawah dahulu digunakan sebagai tempat upacara adat pemakaman tokoh sepuh masyarakat yang meninggal dunia.
Ketika ada sesepuh yang meninggal, masyarakat meletakkan sesaji di depan arca, dolmen, dan menhir. Bagi masyarakat purbakala, kematian seseorang merupakan suatu hal yang dianggap sakral.
Karenanya, tidak mengherankan jika pada upacara kematian, masyarakat dihiasi dengan pakaian dan perhiasan. Hal tersebut dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan kepada jenazah yang akan dimasukkan ke dalam kubur batu.
Menurut catatan yang tertera pada situs, ketika ada kematian orang yang dianggap sesepuh, masyarakat digambarkan mengenakan pakaian adat dan perhiasan yang disebut dengan beghibu.
Beghibu merupakan sebutan untuk perhiasan berupa subang atau anting-anting yang bertahtakan berlian.
Karena mitos itulah situs purbakala tegur wangi oleh masyarakat sekitar disebut dengan situ batu beghibu. Sementara di tempat lain, masih dalam kawasan bumi besemah Pagaralam, tepatnya di Desa Tanjung Ato, terdapat situs megalith lain yang oleh masyarakat disebut dengan situs manusia dililit ular.
Situs berupa arca yang ditemukan di tengah persawahan ini tidak lepas dari cerita legenda yang menceritakan sepasang kekasih memadu kasih tanpa ikatan pernikahan, hingga melakukan perbuatan yang dianggap melanggar adat istiadat. Perbuatan tersebut membuat seekor ular murka dan melilit sepasang kekasih tersebut hingga keduanya tewas.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mereguk Pagi di Desa Tegur Wangi, Menepi Sejenak dari Hiruk Pikuk Pilpres"
Post a Comment