Search

Pesta 3 Hari 3 Malam ala Masyarakat Cirebon untuk Merawat Perdamaian

Bahkan, usai menggelar pemilihan kepala desa, masyarakat menggelar sebuah syukuran. Kepala desa yang menang mentraktir makan seluruh warga desanya.

"Sudah turun temurun dan jadi tradisi makan-makan tiga hari tiga malam setiap pedagang yang lewat dipanggil kepala desa pemenang dan semua merasakan. Termasuk kepala desa dan pendukungnya yang kalah," kata dia.

Seiring berjalannya waktu, kehidupan berdemokrasi yang diwariskan Ki Gedeng Alang-alang dan Pangeran Cakrabuana itu berubah. Seiring datangnya penjajah, kehidupan demokrasi Cirebon yang tulus tanpa tedeng aling-aling bernuansa politis.

"Sekitar abad 17 mulai berubah kepala desa harus memberi upet sampai setiap ada yang ingin maju menjadi calon kepala desa harus sowan dulu ke Sultan Belanda atau Jepang. Padahal dulu tidak dan Sultan itu tugasnya hanya melantik," kata dia.

Sejak saat itu, tidak sedikit masyarakat, kepala desa hingga keluarga besar keraton melakukan perlawanan. Padahal, kata Opan, pada masa Sunan Gunungjati, tidak pernah menerapkan sistem upeti ke masyarakat Cirebon.

Opan menjelaskan, Sunan Gunungjati menerapkan sistem zakat kepada warga nya. Melalui kepala desa, zakat tersebut dikelola untuk ketahanan pangan dan warga tidak mampu.

"Terlihat sejak era Sultan Matangaji Sultan ke V Keraton Kasepuhan," ujar dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Masyarakat Tionghoa memiliki tradisi ziarah ke makam leluhu yang diberi nama Cheng Beng

Let's block ads! (Why?)

from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2W5JKPN

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Pesta 3 Hari 3 Malam ala Masyarakat Cirebon untuk Merawat Perdamaian"

Post a Comment

Powered by Blogger.