:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-gray-landscape.png,553,20,0)/kly-media-production/medias/2788037/original/008587200_1556174893-dukutan1.jpg)
Dua perempuan usia setengah abad, Lamiyem dan Tukiyem, menghindar dengan berdiri di jalan setapak menuju ladang warga.
"Madepo mburi ndak kena rai. Kembange lebokke dompet. Iki mengko banyune diombe trus pangananne didum. (Menghadaplah ke belakang agar tak mengenai wajah. Bunganya masukkan dompet. Nanti airnya diminum dan makanannya dibagi)," kata Lamiyem menasihati.
Lamiyem dan Tukiyem membawa plastik bening berisi air dan kantong plastik warna hitam. Plastik bening berisi air sendang (mata air) di dekat situs. Kantong plastik hitam berisi makanan sesaji.
"Njupuk gandik, bongko, sambel, toya sendang, sekar. Kangge syarat sehat. (Ambil gandhik, bongko, sambel, air sendang, dan bunga. Untuk syarat kesehatan)," kata Lamiyem.
Gandik adalah makanan lokal yang terbuat dari jagung putih lokal yang direndam dan ditumbuk. Ada dua jenis, gandik coklat yang terasa manis karena dicampur gula kelapa, dan gandik putih yang terasa gurih. Semua yang hadir, baik warga desa maupun bukan kebagian gandik yang berukuran dua jari orang dewasa.
Menurut Wagimin, tokoh Kampung Nglurah, tak semua orang memasak sesaji dan makanan kenduri. Perempuan yang memasak tidak boleh dalam kondisi haid dan harus mandi besar. Mereka tidak boleh menggunakan bahan dari beras dan ayam.
Tumpeng yang dijadikan sesaji terbuat dari nasi jagung. Ingkung pada sesaji dan kenduri diganti tempe bakar. Tamu yang datang mendapat suguhan gandik.
"Ada punar (makanan dari jagung) warna kuning dari kunir, hitam dari arang, dan merah dari gula. Tidak semua orang tahu," kata Wagimin.
Makanan yang disantap saat kenduri berbeda dengan yang disiapkan untuk sesaji. Wagimin menyebut perbedaan pada warna, bentuk, dan ukuran. Makanan kenduri terdiri dari nasi jagung, panggang tempe, bongko, ares, botok. Semua makanan ditata pada wadah dari daun dan pelepah pisang.
"Nggak boleh dicicipi saat masak. Tetapi rasanya selalu enak dan pas," tambahnya.
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2L4lAnPBagikan Berita Ini
0 Response to "Tawur Dukutan, Tradisi Membunuh Rasa Permusuhan di Lereng Lawu"
Post a Comment