:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2813291/original/099132700_1558572074-ibadah_h.jpg)
Sambil melambungkan Linto Baro penduduk juga bernyanyi. Liriknya berisi sindiran betapa pengantin baru tidak pandai menari karena malas bergaul dan tidak mau datang ke menasah, lazimnya pemuda kampung pada masa itu.
"Hob ala ya hob, linto baro han jitem grop. Hai aneuk ka kalon dilee, munoe lagee kamoe grop-grop!” begitulah liriknya, yang berarti 'Hob ala ya hob, pengantin baru tidak mau loncat. Wahai anak coba lihat, begini cara kami loncat!'.
Selain itu, terdapat pula sanksi lain. Seperti, memboikot acara buka puasa bersama di menasah yang digelar pengantin baru tersebut, menanam batang pisang di sawah miliknya, hingga memasang duri bambu di tangga rumahnya.
Perlu dicatat, dahulu kala, lakab pengantin baru di Aceh melekat sejak prosesi mengantar mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan hingga dua tahun setelahnya, atau sampai pasangan itu memiliki anak pertama.
Bagi orang Aceh pada masa itu, tidak bisa membaca Alquran adalah aib. Karena itu, para orangtua senantiasa mengingatkan anak-anak mereka supaya belajar mengaji dengan rajin biar tidak membuat malu keluarga.
"Mengajilah rajin-rajin, biar nanti waktu kamu kawin tidak memalukan kami," Sakti mengulang kalimat yang sering diucapkan oleh orangtua dahulu kala ketika pertama kali menitipkan sang anak ke guru mengajinya.
Menurut Sakti, Peugrob Linto Baro sudah tidak pernah lagi dilakukan seiring menghilangnya tradisi Grop Tamaddaroih. Tidak jauh berbeda dengan kesungguhan orangtua untuk memberi pendidikan agama kepada anaknya yang kian hari semakin pudar.
"Siapakah yang harus bertanggungjawab mengatasi kemerosotan ini?" Sakti menuntasi tuturannya dengan pertanyaan.
Simak video pilihan berikut ini:
Lima tahanan di Polres Banda Aceh kabur saat akan diberi makan sahur. Sebelumnya para tahanan ini memukuli petugas jaga.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sanksi Unik di Aceh untuk Pengantin Baru yang Malas Beribadah Saat Ramadan"
Post a Comment