Search

HEADLINE: Kematian Jamal Khashoggi Ancam Gulingkan Putra Mahkota Arab Saudi?

Pada hari ketika dilaporkan tewas, penampakan 'Jamal Khashoggi' dilaporkan terlihat di sejumlah titik di Istanbul. Itu bukan sosok asli, melainkan palsu belaka.

Seperti dikutip dari CNN, Senin (22/10/2018), salah satu dari 15 agen yang dikirim Arab Saudi diduga sengaja mengenakan pakaian korban, janggut palsu, dan kaca mata, keluar dari pintu belakang gedung konsulat.

Pria yang sama terlihat di area Blue Mosque atau Masjid Sultan Ahmed beberapa jam kemudian.

Sumber aparat Turki mengungkapkan, pria mirip Khashoggi yang tertangkap kamera video, diidentifikasi sebagai Mustafa al-Madani.

Madani diketahui berusia 57 tahun. Usia, tinggi badan, dan perawakannya mirip Khashoggi.

Sumber pejabat keamanan Turki kepada CNN menyebut, tak perlu ada sosok ganda dalam proses interogasi. "Penilaian kami belum berubah sejak 6 Oktober lalu. Ini adalah pembunuhan terencana dan jasad korban dipindahkan keluar dari konsulat," kata dia. "Pakaian Khashoggi mungkin masih hangat saat dikenakan oleh Madani."

Informasi tersebut membantah klaim pihak Saudi yang menyebut, kematian Jamal Khashogi tak disengaja. Sebuah 'kesalahan'.

Tak hanya keberadaan jenazahnya yang masih misterius. Tanda tanya besar pun muncul, mengapa Khashoggi harus dihabisi secara sadis?

Dr Andrea Galli, analis, kolumnis, penyelidik swasta, sekaligus dosen di University of Lucerne, Swiss berteori bahwa Jamal Khashoggi dianggap berbahaya oleh Arab Saudi.

Bukan karena ia membelot atau mengkritik negara itu, namun, lebih kepada karena ia merupakan salah satu pilar dalam struktur kemapanan monarki Saudi yang dekat dengan lingkaran berkuasa selama beberapa dekade. Ia diduga terlibat dalam operasi intelijen yang disponsori oleh pihak asing untuk menggulingkan putra mahkota.

"Menurut informasi intelijen, beberapa anggota keluarga kerajaan yang asetnya disita secara keseluruhan atau sebagian selama persekusi massal pada November 2017 diketahui telah merencanakan operasi untuk menggulingkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Menurut sumber, Jamal Khashoggi terlibat dalam konspirasi ini," kata Galli dalam kolom opininya untuk Moderndiplomacy.eu, dikutip pada 22 Oktober 2018.

Hal senada seputar dugaan bahwa Khashoggi merupakan intel asing dan dianggap berbahaya oleh Saudi, juga disampaikan oleh penulis sekaligus pengamat Timur Tengah John R Bradley dalam kolomnya untuk The Spectator.

"Saat Khashoggi bekerja sebagai penasihat untuk duta besar Saudi untuk London dan kemudian Washington, Pangeran Turki Al Faisal --yang juga merupakan Kepala Badan Intelijen Saudi dari 1977-2001, ia banyak bercampur dengan pejabat intelijen Inggris, AS, dan Saudi dalam hal berbagi informasi seputar Osama bin Laden. Singkatnya, ia secara unik mampu memperoleh informasi dalam yang tak ternilai. Saudi, mungkin khawatir Khashoggi telah menjadi aset AS," tulis Bradley.

Sementara itu, Asiem El Difraoui, co-founder dari think-tank Candid Foundation Berlin, yang bertemu Khashoggi untuk pertama kalinya pada beberapa tahun lalu mengatakan kepada surat kabar Jerman Die Welt bahwa sang jurnalis dibunuh bukan semata-mata karena aktivitas jurnalismenya.

Menurut dia, Khashoggi intens mengkritik pemerintahan Arab Saudi di bawah Raja Salman dan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.

"Saya akan sangat terkejut jika ia dibunuh hanya karena aktivitas jurnalismenya," kata Diafroui kepada Die Welt.

"Saudi sendiri memiliki setengah dari media Arab internasional. Mereka umumnya membangun perisai media yang sangat efektif. Sebagai seorang jurnalis dan aktivis, Khashoggi mungkin sangat menjengkelkan, tetapi tidak ada ancaman nyata."

"Tetapi, Khashoggi tahu banyak hal. Dia bukan hanya pejabat media biasa. Dia adalah salah satu penasihat utama intelijen Saudi dan dikatakan bekerja untuk organisasi itu untuk sementara waktu."

"Khashoggi sangat akrab dengan isu-isu sensitif kerajaan. Dan dia adalah anggota super-elite. Dia mungkin sudah tahu terlalu banyak," kata Diafroui.

Diafroui kemudian menjelaskan hal-hal soal Arab Saudi yang diketahui oleh Jamal Khashoggi dan oleh karenanya, membuat ia menjadi sosok yang 'berbahaya' bagi Saudi. "Seperti keterkaitan Saudi dengan kelompok ekstremisme di masa lampau (Saudi dulu sempat mendukung Ikhwanul Muslimin dan dekat dengan keluarga Bin Laden), konflik internal dan aib di keluarga kerajaan," ujarnya.

Anggota Jurnalis Freelance Indonesia unjuk rasa hilangnya Jamal Khashoggi di depan Kedutaan Besar Arab Saudi, Jakarta, Jumat (19/10). Aksi simpati ini mengecam dugaan pembunuhan terhadap jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Upaya Menjilat Atasan?

Dugaan lain menyebut, bisa jadi para bawahan sang putra mahkota bekerja atas inisiatif sendiri.  

"Arab Saudi punya kelompok intelijen yang mungkin bergerak atau beroperasi tanpa sepengetahuan Pangeran Bin Salman," kata Teuku Rezasyah, co-founder Centre for Internasional Relations Studies (CIRS) Universitas Padjajaran kepada Liputan6.com, Senin 22 Oktober 2018.

"Kelompok ini, sebagaimana yang ramai dilaporkan Turki tentang tim pembunuh beranggotakan 15 orang, mungkin bergerak untuk melakukan pembunuhan terhadap Khashoggi."

"Mengingat keterangan dari pejabat Saudi --salah satunya Menlu Saudi Adel al-Jubeir-- yang mengatakan bahwa Bin Salman tidak terlibat, mungkin, tim intelijen itu bergerak atas perintah dari pejabat tinggi setingkat eselon."

Kerajaan sendiri diketahui telah memecat Mayor Jenderal Ahmed al-Assiri, deputi direktur Badan Intelijen Arab Saudi (GIP/GID) atas tuduhan mengambil peran sebagai salah satu pengorganisir pembunuhan Jamal Khashoggi.

Assiri dipromosikan tahun lalu ke pekerjaannya saat ini di bidang intelijen, setelah sebelumnya menjadi juru bicara koalisi militer Saudi untuk Perang di Yaman sejak 2015.

Dan, keputusannya untuk turun tangan dalam 'operasi' Khashoggi dilihat sebagai upaya Assiri untuk membuktikan dirinya terhadap komunitas intelijen dan lingkaran pemerintahan Pangeran MBS, kata seorang sumber yang dekat dengan Monarki Saudi, seperti dikutip dari The Strait Times.

Senada, Teuku Rezasyah mengatakan, "Figur atau grup seperti itu mungkin bertindak di luar tugas dan sepengetahuan raja dan putra mahkota. Tujuannya, demi kenaikan pangkat atau keuntungan pribadi."

Perwira Saudi berpangkat rendah mungkin percaya bahwa Jenderal Assiri memberi mereka perintah dengan mengatasnamakan Pangeran MBS, lanjut sumber yang dekat dengan Monarki Saudi, seperti dikutip dari The Strait Times.

Akan tetapi, kabar lain menyebut bahwa sosok Assiri justru dikambinghitamkan menjadi figur yang bertanggung jawab.

The Strait Times melaporkan, sebelum ramai pemberitaan bahwa Khashoggi terbunuh di konsulat Saudi pada 2 Oktober, laporan sumber anonim mengindikasikan penguasa Saudi akan mengatakan bahwa Jenderal Assiri menerima otorisasi lisan dari Pangeran MBS untuk menangkap Khashoggi agar dapat diinterogasi di Arab Saudi. Tapi, otorisasi itu disalahpahami atau melangkahi ketentuan, yang kemudian berujung pada tewasnya Khashoggi.

Apa pengaruhnya bagi Mohammed bin Salman?

"Tentunya ini mencoreng Arab Saudi, terlepas apakah Pangeran MBS terlibat atau tidak. Kalau ada jejak digital yang mengarah ke MBS atau keluarga Saud secara keseluruhan, bisa makin buruk lagi dampaknya," kata Teuku Rezasyah.

"Jika benar MBS tidak terlibat, ia harus mengumumkannya sendiri ke hadapan publik dan mengutuk kejadian itu. Ia mesti bersikap dan menegaskan bahwa penyelidikan akan dilakukan secara benar dan teruji."

Let's block ads! (Why?)

from Berita Internasional, Sains, Feature, Kisah Inspiratif, Unik, dan Menarik Liputan6 kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2CZDnaT

Bagikan Berita Ini

0 Response to "HEADLINE: Kematian Jamal Khashoggi Ancam Gulingkan Putra Mahkota Arab Saudi?"

Post a Comment

Powered by Blogger.