Search

Gunakanlah Pileg dan Pilpres sebagai Momentum untuk Memilih yang Terbaik

Bagaimana dengan Pilpres? Pilpres di Indonesia secara umum dilakukan dengan mekanisme pemilihan oleh "wakil rakyat” (anggota parlemen) maupun rakyat secara langsung. Pemilihan presiden (dan wakil presiden) secara langsung oleh rakyat mulai digelar tahun 2004. Sebelumnya, Pilpres dipilih oleh parlemen. Di zaman Orde Baru, lagi-lagi, sesungguhnya Pilpres itu tidak ada karena semua orang sudah tahu kalau yang akan terpilih (atau "dipilih” oleh parlemen) adalah Pak Harto.

Rakyat Indonesia kala itu bukan ingin tahu siapa presiden yang akan terpilih, melainkan dag dig dugingin mengetahui siapa wakil presiden yang akan mendampingi Pak Harto. Hal itu lantaran yang terjadi sesungguhnya di zaman Orde Baru adalah bukan anggota parlemen yang memilih presiden tetapi presiden lah yang memilih anggota parlemen!

Sejak 2004, sudah tiga kali Indonesia menggelar Pilpres secara langsung (2004, 2009, dan 2014) tidak lagi melalui perantara parlemen. Jadi 2019 ini adalah Pilpres langsung yang keempat dalam sejarah Indonesia. Dalam tiga kali Pilpres langsung itu, Indonesia berhasil memilih dua presiden, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (yang terpilih di Pilpres 2004 dan 2009) dan Joko Widodo (yang terpilih di Pilpres 2014). Tahun 2019 ini, Joko Widodo kembali maju sebagai kandidat Presiden RI. Penantangnya adalah Prabowo Subianto yang sudah beberapa kali maju berlaga di ajang Pilpres tetapi selalu gagal.

Meskipun terpilih dua kali sebagai Presiden RI, prestasi SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) untuk bangsa dan negara bisa dikatakan nihil. Oleh banyak pihak, SBY dianggap tidak becus memimpin Indonesia. Ia dikritik lantaran dianggap banyak menjual aset negara ke asing, menumpuk utang, banyak pembangunan mangkrak, banyak korupsi, serta membiarkan kelompok radikal Islamis intoleran dan anti-kebhinekaan merajalela dan menggurita di Indonesia dan di tubuh pemerintahan itu sendiri. SBY juga dituding sebagai presiden yang lembek, nglokro, klemar-klemer, tidak tegas, terlalu kompromistik serta penakut atau pengecut.

Jokowi (Joko Widodo) yang terpilih dalam Pilpres 2014 pelan tapi pasti sedikit demi sedikit memulihkan kondisi Indonesia yang sakit-sakitan karena ditelantarkan oleh rezim SBY dan rezim-rezim sebelumnya. Dengan kerja kerasnya dalam membangun bangsa yang tanpa kenal lelah, sikapnya yang tegas dengan para koruptor dan pengemplang duit negara, rekam jejaknya yang bersih dan tidak korup, pengalamannya yang kaya dalam memimpin dan mengelola pemerintahan, serta visinya yang jauh ke depan dalam memajukan bangsa dan negara, Jokowi juga berhasil memulihkan citra Indonesia yang bopeng di mancanegara sehingga diapresiasi oleh berbagai tokoh di dunia.

Karena kesuksesan Jokowi dalam memimpin Indonesia selama ini, di Pilpres 2019 ini, saya akan menggunakan hak pilihku sebagai warga negara Indonesia untuk kembali memilih Jokowi sebagai "nahkoda kapal Indonesia”.  Saya tidak akan menyia-nyiakan momentum baik ini. Tahun 2014, saya memilih Jokowi, capres pertama yang saya pilih sejak Pilpres langsung digelar di Indonesia (sebelumnya saya golput), dan tahun 2019 ini, saya tegaskan lagi, saya akan kembali memilih "wongSolo” ini, bukan lantaran saya dan Jokowi itu seetnis (sesama Jawa), sedaerah (sesama orang Jawa Tengah), atau seagama (sama-sama beragama Islam) sama sekali bukan, tetapi lantaran prestasi gemilangnya dalam menahkodai bangsa dan negara Indonesia.

Penulis:

Sumanto Al Qurtuby adalah anggota dewan pendiri Nusantara Kita Foundation dan Presiden Nusantara Institute. Ia juga Dosen Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran, Arab Saudi. Ia pernah menjadi fellow dan senior scholar di berbagai universitas seperti National University of Singapore, Kyoto University, University of Notre Dame, dan University of Oxdord.

Ia memperoleh gelar doktor (PhD) dari Boston University, Amerika Serikat, di bidang Antropologi Budaya, khususnya Antropologi Politik dan Agama. Ia telah menulis lebih dari 20 buku, ratusan artikel ilmiah, dan ribuan esai popular, baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia yang terbit di berbagai media di dalam dan luar negeri. Bukunya yang berjudul Religious Violence and Conciliation in Indonesia diterbitkan oleh Routledge (London & New York) pada 2016. Manuskrip bukunya yang lain, berjudul Saudi Arabia and Indonesian Networks: Migration, Education and Islam, akan diterbitkan oleh I.B. Tauris (London & New York) bekerja sama dengan Muhammad Alagil Arabia-Asia Chair, Asia Research Institute, National University of Singapore.

*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis."

Let's block ads! (Why?)

from Berita Internasional, Sains, Feature, Kisah Inspiratif, Unik, dan Menarik Liputan6 kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2Ghc76Z

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Gunakanlah Pileg dan Pilpres sebagai Momentum untuk Memilih yang Terbaik"

Post a Comment

Powered by Blogger.