:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2808692/original/066502200_1558087931-IMG_0111_h.jpg)
Dalam catatan tersebut, dikisahkan setelah Tjokronegoro III wafat, Ndoro Sumo menolak menggantikan posisi ayahandanya menjadi Bupati Blora. Penolakan itu dengan alasan karena dia tidak mau bekerja sama dengan kolonial Belanda pada masa itu.
Jabatan Bupati Blora selanjutnya diserahkan kepada Kandjeng Said Abdoel Kadir Jaelani. Masa kepemimpinannya selama 14 tahun, yaitu dari tahun 1912 sampai tahun 1926.
Pada awal kepemimpinannya menjadi Bupati Blora, Kandjeng Said belum memiliki rumah sendiri. Maka pada saat itu, Kandjeng Said pinjam pendopo milik Ndoro Sumo untuk ditempati.
Peminjaman pendopo oleh Bupati Blora Kandjeng Said hanya berlangsung 2 tahun. Tepatnya pada tahun 1914 setelah Bupati Kandjeng Said punya rumah sendiri, kemudian pindah ke rumahnya di daerah Jetis Blora.
Kepindahan Kandjeng Said dari pendopo Blora kala itu, tidak dikembalikan ke pemiliknya langsung yaitu Ndoro Sumo. Usai kejadian tersebut, pendopo kemudian ditempati dan dikuasai oleh Kolonial Belanda.
Pada masa-masa itu, Ndoro Sumo berkali-kali mengupayakan agar pendopo dikembalikan kepadanya. Namun, upayanya gagal dan tidak membuahkan hasil.
Catatan tersebut menunjukkan Ndoro Sumo merupakan tokoh sentral peletak batu Pendopo Blora. Menyingkap sejarahnya, pendopo tersebut awalnya adalah milik RT Djajeng Tirtonoto.
Tahun 1767, saat pemerintahan Blora yang tadinya masih terbagi 2 yaitu daerah 'Kanoman' dan daerah 'Kasepuhan', disatukan RT Djajeng Tirtonoto dengan membuka lahan untuk dijadikan pusat kota yang tadinya masih berupa semak belukar, lalu dibangun tempat pribadi (Pendopo Kabupaten), alun-alun, dan magersari.
Awal pembangunan Pendopo Kabupetan masih terbuat dari papan kayu. Selanjutnya, kepemimpinan dan aset diserahkan kepada putra beliau RT Prawirayudha, turun lagi ke putra RT Prawirayudha yaitu RT Tirtonegoro.
Pada masa (1837-1838) ini, pendopo peninggalan tersebut dirombak menjadi bangunan tembok dengan biaya pribadi RT Tirtonegoro. Selanjutnya, pendopo diturunkan ke putranya Raden Mas Adipati Aryo (R.M.A.A.) Tjokronegoro I, lanjut ke RMAA. Tjokronegoro II, lanjut ke RMAA Tjokronegoro III dan turun ke 6 dari RT Djajeng Tirtonoto adalah RM Soedjoed Koesoemaningrat (Ndoro Sumo).
Simak video pilihan berikut ini:
Bawaslu Blora akan memberikan teguran pada Tim Kampanye Prabowo-Sandi karena terdapat anak-anak saat kunjungan Sandiaga Uno.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menyingkap Misteri Batu Keramat di Pendopo Blora"
Post a Comment