:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2813205/original/068493300_1558547745-SISWA_PENGHAYAT_2-Muhamad_Ridlo.jpg)
Salah satu guru penghayat kepercayaan itu adalah Kuswanto Heriyanto. Ia tinggal di Desa Karanggedang Kecamatan Sidareja, Cilacap.
Karanggedang adalah desa pelosok. Dari jalan utama, rumah Kuswanto masuk sekitar empat kilometer, dengan kondisi jalan yang rusak parah.
Kuswanto mengajar di area Kecamatan Gandrungmangu, Kecamatan Sidareja dan Cipari. Terjauh adalah kecamatan Cipari. Jaraknya kurang lebih 15 kilometer.
Ia memang tak menyebut honor atau biaya transportasi yang diberikan oleh sekolah. Tetapi, alih-alih menunjang kinerjanya, Kuswanto menyebut jumlahnya tak cukup. Tak jarang ia mesti merogoh kantongnya dalam-dalam untuk membiayai operasionalnya.
“Untungnya anak saya cuma satu. Coba kalau dua, atau tiga, mungkin saya sudah berhenti mengajar,” ucap Kuswanto.
Makanya, ia pun tak menyalahkan ada guru penghayat kepercayaan yang mengundurkan diri. Sebab, menjadi guru penghayat kepercayaan, berarti mesti siap berkorban.
“Ya itu yang saya sebut. Sudah berkurang. Ya, kalau saya sih maklum saja,” ujarnya.
Kuswanto juga bukan berasal dari kalangan keluarga kaya. Ia hanya petani yang mengandalkan panenan musiman. Dengan pendapatannya yang serba terbatas itu, ia merelakan diri berjuang demi keyakinannya.
Namun, ia pun berharap agar pemerintah segera memperjelas status guru penghayat kepercayaan. Sebab, sebagaimana guru mata pelajaran lainnya, guru penghayat kepercayaan juga berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Menilik Ujian Siswa Penghayat Kepercayaan di Cilacap
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Nasib Guru Penghayat Kepercayaan di Cilacap"
Post a Comment