Suatu hari, ketika itu genap sepuluh tahun ia meninggalkan ibunya, terbetik kabar Amad Rahmayang telah sampai di dermaga. Air muka Mak Minah yang biasanya kuyu sepeninggal anaknya seketika kembali berseri.
"Amad pulang dengan kapal besar. Sudah gagah. Anak Mak Minah sudah jadi orang besar. Cepat, pergilah ke dermaga," kata seseorang kepada Mak Minah.
Demi mendapat kabar tersebut, lekas-lekas Mak Minah berangkat. Rasa rindu sepuluh tahun tidak berjumpa dengan Amad Rahmayang kini terobati.
Berkat ajaran sang bunda, Amad Rahmayang tumbuh menjadi seorang pekerja keras dan telaten. Kelak, itu menjadi modal yang membuat ia bisa sukses di rantau orang.
Awalnya, ia menjadi kuli panggul lalu dipercaya menjadi pengawas. Sifat jujur Amad Rahmayang bikin seorang saudagar kaya raya menaruh simpati lantas mengawinkan putrinya yang cantik jelita dengan pemuda dari negeri seberang itu.
"Kanda, Dinda ingin sesekali bertandang ke kampung halaman Kanda. Ingin pula Dinda melihat seperti apa rupanya kampung halaman Kanda yang katanya permai itu, terutama bertemu dengan Ibunda, orang yang melahirkan Kanda," pinta istri Amad Rahmayang suatu hari.
Amad Rahmayang tidak pernah menyangka istrinya akan melontarkan permintaan seperti itu. Ia mengaku kepada mertuanya kalau dirinya berasal dari trah bangsawan dan bergelar Tuanku Amad Rahmayang.
Apa pula yang akan dikatakan keluarga istrinya nanti jika mengetahui ia hanya seorang Amad Rahmayang yang berasal dari keluarga papa, beribu seorang tua renta yang kini tengah sakit-sakitan. Namun, demi menjaga muruah dan kepercayaan keluarga mertua, ia putuskan menuruti permintaan sang istri.
Hari itu, orang-orang mulai berkerumun di dermaga. Mereka penasaran dengan kedatangan Amad Rahmayang yang katanya sudah menjadi saudagar kaya raya di negeri orang.
Amad Rahmayang bersama rombongan turun dari kapal. Pernak-pernak perhiasan yang melekat di tubuh istrinya membuat orang-orang terkesima, pun tak kalah dengan Amad Rahmayang yang tampak gagah dengan pakaian bersulam emas.
Dari kejauhan, seorang wanita berteriak memanggil-manggil namanya. Perempuan berpakaian lusuh itu menyibak kerumunan lalu berdiri tepat di hadapannya.
"Siapa wanita ini, Kanda?" tanya istri Amad Rahmayang.
Sepuluh tahun harusnya terlalu lama untuk sebuah rindu yang terpendam, tetapi mulut sang anak kiranya terasa berat untuk menyambut orang yang telah mengandung dan menyapihnya itu. Niat hati hendak memeluk sang bunda sambil berurai air mata terhalang malu dan harga diri.
"Mengakui berarti bukit jadi paya," bisik setan di telinga Amad Rahmayang.
Amad Rahmayang segera menepis tangan Mak Minah yang hendak merangkulnya. Matanya mendelik kepada para pengawal-pengawalnya.
"Siapa kau perempuan tua tak tahu malu. Jangan dekatkan tubuh kotormu itu ke tuan kami," hardik seorang pengawal sembari menghalau perempuan renta berbaju compang-camping itu dari hadapan Amad Rahmayang. Perempuan ringkih itu terpental ke tanah.
"Amad? Ini aku makmu, Nyak...," Amad Rahmayang malah berlalu begitu saja.
"Di sini tak ada ibuku. Dia tak ada di sini. Ayo kembali," perintahnya.
"Tapi, Kanda," tahan istrinya.
"Tidak. Ibuku tidak ada di sini. Dan itu, perempuan tua bau tak punya malu itu mana mungkin ibuku. Najis tanganku dipegangnya. Tak mungkin aku lahir darinya. Tak mungkin darahku berasal dari darahnya," perkataan Amad Rahmayang bak petir pada siang bolong.
Hati Mak Minah hancur mumur, persis ketika ia melepas anaknya itu sepuluh tahun yang lalu. Bahkan, kali ini sakitnya tak tepermanai hingga rasa kasih sayangnya berubah amarah dan kutukan.
"Aku tidak mungkin salah, Nyak. Biar mata ini telah rabun. Biar kau berpakaian bak raja begitu. Hatiku ini hati seorang ibu, Nyak. Dan hati ini membenarkan kaulah Amad-ku. Amad yang terlahir dari rahimku, yang kususui dan kumandikan dengan tanganku. Kau sudah pasti Amad yang sepuluh tahun lalu kulepas dengan air mata dan doa di dermaga ini," Mak Minah bergumam lirih sambil menitikkan air mata, sementara rombongan Amad Rahmayang memunggung, meninggalkannya.
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2UOjc4UBagikan Berita Ini
0 Response to "Dongeng Amad Rahmayang si Anak Durhaka dari Aceh"
Post a Comment