Search

Festival Film Australia Indonesia 2019: Perlawanan atas Superioritas dalam Ladies in Black

Liputan6.com, Jakarta - Ketika mendefinisikan masyarakat Barat, anggapan umumnya adalah bahwa komunitas ini berisikan orang kulit putih dengan pikiran maju dan terbuka.

Terkesan superior memang, namun persepsi itu berusaha diubah oleh Bruce Beresford dalam film berjudul Ladies in Black.

Berlatar waktu pada 1959 silam, film ini menceritakan tentang suka duka para pramuniaga toko serba ada (toserba) mewah Goode's di Kota Sydney, Australia, di mana secara eksplisit memperlihatkan sisi inferior warga kulit putih di tengah komunitas Barat.

Terdapat terminologi "reffo" yang merujuk pada kelompok pendatang kulit putih dari Eropa setelah Perang Dunia II. Tidak seperti imigran di negara Barat pada umumnya, mereka justru memandang rendah penduduk lokal Australia, meski berkulit serupa.

Ada sebuah dialog unik yang dibahas oleh Magda (Julia Ormond) ketika menanggapi permintaan kolega sesama imigran, Rudi (Ryan Corr), untuk dicarikan jodoh.

"Sulit menemukan yang sebanding dengan kita (reffo) di sini. Semua orang Australia yang berpendidikan telah pergi, dan hanya tersisa para naif. Bisa sakit kepala aku memikirkannya," ujar Magda, yang diamini oleh suaminya, Stefan (Vincent Perez).

Tidak sampai di situ, anomali superior-inferior juga terlihat pada adegan lain ketika para pramuniaga mendeskripsikan Magda sebagai "sosok bermental kolonial", yang memiliki selera terlalu tinggi untuk masyarakat Australia.

"Tapi, dia memiliki uang lebih banyak, apa yang bisa kita lakukan? Banyak reffo yang justru menggaji kita," ujar Fay (Rachey Taylor), menanggapi pergunjingan oleh teman sesama pramuniaga.

Terlepas dari itu semua, film Ladies in Black turut menceritakan bagaimana Australia pasca Perang Dunia II menjadi tujuan para "pecundang Eropa" untuk seakan mengulangi kolonialisasi Barat di Negeri Kanguru.

Para imigran kaya dari Eropa datang ke Australia untuk menyelamatkan uangnya dari kehancuran perang, dan menggunakannua untuk menjalankan bisnis yang berdiri di atas nostalgia penduduk setempat akan "kemegahan tanah leluhurnya".

Goode's adalah salah satu contohnya, di mana kemewahan barang-barang yang dijualnya selalu dijejali dengan janji "estetika Eropa yang eksklusif".

Simak video pilihan berikut: 

Pelabuhan Circular Quay di Australia menjadi tempat wisata paling ikonik di Sidney. Kenapa ikonik? Selain tak pernah sepi dari wisatawan, kawasan ini memiliki pemandangan memukau dengan latar belakang Sidney Opera House dan Sydney Harbour.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Internasional, Sains, Feature, Kisah Inspiratif, Unik, dan Menarik Liputan6 kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2TCYffY

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Festival Film Australia Indonesia 2019: Perlawanan atas Superioritas dalam Ladies in Black"

Post a Comment

Powered by Blogger.