Di sisi lain, menanam Jelutung disebut Jarot bisa membuat gambut basah. Empat hingga lima kali per pekan masyarakat menyiraminya dari sumur bor yang dibuat di lokasi.
Masyarakat lebih intens ke lahan dan bisa memantau adanya perubahan cuaca drastis sebagai pemicu titik panas. Begitu muncul kebakaran, masyarakat langsung memadamkan dengan peralatan yang sudah tersedia.
"Kalau nanas tak usah disiram hanya diberi pupuk sekali sebulan. Jadi itu keuntungannya, gambut tetap basah dan perekonomian dibangun," tegas Jarot.
Terpisah, Kelompok Kerja Restorasi Gambut Wilayah Sumatera, Soesilo Indrarto, apa yang dilakukan Jarot bekerjasama dengan BRG merupakan program revegetasi dan revitalisasi.
Dia menjelaskan, revegetasi adalah program pemulihan gambut bekas terbakar dengan reboisasi atau menanam ulang lahan gambut dengan tanaman keras, seperti Meranti, Jati, Jeluton dan lainnya. Sementara, revitalisasi merupakan kegiatan budidaya tanaman cepat menghasilkan, seperti nanas yang dilakukan di Kota Dumai.
"Melalui revitalisasi, kita membantu masyarakat membudidayakan nanas di TWA Sungai Dumai untuk meningkatkan ekonomi," kata Soesilo.
Selama ini, tambah Soesilo, ada beberapa kegiatan BRG dalam memulihkan gambut terbakar. Di antaranya dengan Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut (PIPG) berupa sekat kanal, pembangunan sumur bor (R1), penimbunan kanal serta revegetasi (R2).
Selain di Desa Mundam, ada tempat lain di Dumai yang menjadi lokasi implementasi program BRG ini, totalnya 30 hektare. Berikutnya di Desa Giam Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis ada tiga titik seluas 40 hektar.
"Untuk di Dumai, kombinasikan revegetasi dan revitalisasi, tergantung dari karakter sosial masyarakat. Revegetasi itu jangkanya panjang supaya membangkitkan ekonomi," katanya.
Simak video pilihan berikut:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mengenal Penjaga Kebasahan Gambut di Kota Dumai"
Post a Comment