Ketersediaan makanan itu membuat populasi macan kumbang terjaga dan ada kemungkinan bertambah. Terlebih, Nusakambangan relatif aman dari perburuan liar.
“Dimungkinkan sudah bertambah banyak,” ucapnya.
Namun begitu, Endi mengatakan ancaman perburuan liar tetap masih diwaspadai. Utamanya di wilayah pantai Nusakambangan yang mudah digunakan untuk bersandar perahu dan relatif terbuka.
“Bukan berarti bebas dari perburuan. Di pantai yang mudah untuk bersandar itu ancaman masih ada,” ujarnya.
Ancaman lainnya adalah aktifitas pariwisata di sisi timur Pulau. Di tempat ini memang ada destinasi wisata alam dan sejarah, berupa benteng kuno peninggalan Portugis da Belanda yang pula digunakan oleh Jepang sekaligus.
Aktifitas pariwisata itu dikhawatirkan akan meluas dan mengganggu kawasan konservasi. Selain macan kumbang dan macan tutul, di Nusakambangan masih ada sejumlah hewan dilindungi lainnya, seperti lutung Jawa, Kijang.
“Landak juga masih ada, terus ada kalau burung aves itu juga masih ada seperti Raja Udang, Paruh bengkok, rangkong itu juga masih ada. Burung-burung pantai juga masih ada itu,” dia menjelaskan.
Menurut dia, saat ini jumlah macam tutul dan macan kumbang di Nusakambangan masih terjaga. Akan tetapi, ia tak bisa memperkirakan secara pasti jumlah individu macan kumbang dan macan tutul yang hidup di Nusakambangan.
Dia menerangkan, pada 2019 ini, BKSDA hanya memasang satu kamera pengintai satwa liar. Sebab itu, masih sulit untuk memperkirakan jumlah yang ada di alam liar Nusakambangan.
Selain menjaga wilayah konservasi, BKSDA juga berkomunikasi dengan instansi yang berwenang di Pulau Nusakambangan. Yakni, Kementerian Hukum dan HAM untuk melindungi habitat dan ekosistem Nusakambangan terutama di kawasan yang telah ditetapkan sebagai wilayah konservasi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Macan Kumbang Nusakambangan Turun Gunung, Isyarat Apa?"
Post a Comment