Wayan Supat mengatakan, Bambu Forest merupakan konsep orang adat yang peduli terhadap pelestarian lingkungan.
"Orang adat itu punya falsafah Trihitaka, tri artinya tiga, hita bermakna harmoni atau seimbang, karena itu sumber penyebab. Jadi tiga yang menyebabkan keharmonisan. Apa saja itu?"
Pertama Parahyangan, yaitu hubungan harmonis manusia dengan Tuhannya, kedua pawongan, hubungan harmonis dengan sesama manusia, dan pelamahan hubungan harmonis dengan alam. Nah hutan bambu ini merupakan refleksi dari palemahan.
Tak hanya itu, hutan bambu ini juga menjadi batas antara satu desa dengan desa lainnya. Di utara berbatasan dengan Desa Khayang, di sebelah barat Desa Cekang, di timur Desa Kubu.
“Makanya di Bali ini khususnya di Penglipuran, tidak akan terjadi seperti apa yang terjadi antara Jakarta dan Bogor, karena topografi kamu sejak dulu saling menyelamatkan, itulah pinternya tetua adat kita. Kami di sini konsisten seperti itu, 2001 kami bahkan pernah bertengkar dengan pemerintah gara-gara hutan bambu kami ingin dibeli untuk pusdiklat,” kata Wayan Supat menceritakan.
Wayan juga menjelaskan, kurangnya minat anak desa pada pertanian menjadi salah satu kendala bagi desa. Namun demikian Wayan meyakini, pada usia di atas 50 tahun, anak-anak desa yang merantau akan kembali lagi ke desa untuk menjadi petani.
"Anak-anak kami sudah banyak yang bekerja di sektor jasa, ada kurang lebih 70 orang dari 1.000 jiwa jumlah penduduk kami yang bekerja di luar negeri. Ini jadi kendala kita di bali dan Indonesia pada umumnya, anak-anak jarang ada yang amu jadi petani, tapi apa boleh buat, pasti mereka akan kembali setelah usia 50 tahun," kata Wayan Supat.
from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2CGT8EjBagikan Berita Ini
0 Response to "Kembali Menengok Penglipuran, Salah Satu Desa Terbersih di Dunia"
Post a Comment