Nur Dhania menceritakan betapa sulitnya menemukan orang yang bersedia menyelundupkan mereka ke perbatasan Kurdi. Karena ada risiko mereka dilaporkan ke ISIS.
Seorang penyelundup mencuri barang-barang mereka termasuk uang, ponsel, dan laptop.
Penyelundup lainnya juga hanya menipu keluarga ini.
Setelah tiga kali mencobam akhirnya ada penyelundup yang berhasil meloloskan mereka ke perbatasan Kurdistan.
Selama dua berikutnya, keluarga ini ditampung di sebuah kamp pengungsi PBB yang dijaga oleh pasukan Kurdi.
Nur sempat bertemu dengan jurnalis di kamp ini. Saat itu dia sudah mengakui bahwa semua yang dialami keluarganya adalah kesalahannya.
Pada akhirnya, pihak berwenang Indonesia memfasilitasi kepulangan keluarga Nur bersama warga Indonesia lainnya.
Mereka tiba kembali di Jakarta dua tahun setelah mereka tinggalkan. Tapi cobaan mereka belum juga berakhir.
Polisi dan satuan anti-teror telah menunggu mereka begitu turun dari pesawat.
Seluruh keluarga Nur ditahan oleh pihak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Menjengkelkan
Masalah kembalinya mantan kombatan ISIS menjadi masalah menjengkelkan bagi pihak berwenang Indonesia.
Diperkirakan 800 warga Indonesia pergi ke Irak dan Suriah sejak ISIS mendeklarasikan kekhalifahan pada 2014.
Sekitar setengahnya - termasuk Nur Dhania dan keluarganya - telah kembali.
Sampai tahun lalu, Indonesia belum memiliki aturan mengenai warganya yang bergabung dengan kelompok militan di luar negeri.
Namun ayah Nur dan dua pamannya telah didakwa melakukan pelanggaran terkait terorisme karena menjalani pelatihan amiliter di Raqqa.
Pada Mei 2018, Dwi Djoko Wiwoho divonis 3,5 tahun penjara. Hukuman serupa juga diterima paman Nur.
"Polisi mengatakan kami semua seharusnya dihukum, tapi karena pertimbangan hati nurani, hanya laki-laki dewasa yang didakwa," kata Nur Dhania.
"Mereka mengakui kami tidak lagi berbahaya, tapi mereka harus mengikuti prosedur hukum," katanya.
Anggota keluarga lainnya menghabiskan beberapa minggu dalam program deradikalisasi sebelum dibebaskan.
Mantan kepala BNPT Ansyad Mbay sebelumnya menyatakan pentingnya memberikan kesempatan kedua kepada mereka.
"Mereka mendukung ISIS, tapi mereka sebenarnya ditipu. Dari sudut pandang kemanusiaan, siapa lagi yang akan menerimanya jika bukan kita? Kita tidak bisa membuang mereka ke laut, apalagi mereka menunjukkan penyesalan," katanya.
"Mari merangkul mereka kembali ke masyarakat dan belajar dari kesalahan mereka."
Nur Dhania dan keluarganya mengunjungi ayahnya di penjara sebulan sekali.
Dia mengatakan sang ayah masih menunjukkan kemarahan padanya.
"Kadang dia kesal dan marah. Ibuku juga marah padaku. Saudara-saudaranya mengatakan semua ini karena saya. Tentu saya merasa bersalah," kata Nur.
Kesalahan Bersama
Sekarang Nur sudah berusia 20 tahun. Dia mengaku penyesalan ini akan dia bawa seumur hidupnya.
Setelah kehilangan pekerjaan dan ayahnya bahkan mendekam di penjara, Nur bersama saudara dan ibunya kini kembali ke kehidupan normal.
Mereka tinggal di salah satu kawasan Jakarta Selatan. Tetangganya tak tahu apa yang telah dijalani keluarga ini.
Ibu Nur, Ratna Nirmala, sehari-harinya kini bekerja sebagai penjahit dan menjual kerajinan.
Dia kesulitan membiayai kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak-anaknya. Tapi Ratna juga ikut merasa bersalah atas tragedi yang menimpa keluarganya.
"Saya bukan hanya menyalahkan Nur, karena ini kesalahan saya juga. Kesalahan kami secara kolektif," kata Ratna kepada ABC.
"Kita tidak bisa terus saling menyalahkan atas apa yang terjadi. Semua orang membuat kesalahan," ujarnya.
Ditanya pendapatnya tentang ekstremisme ISIS, Nur menggambarkan kelompok tersebut "sangat kejam."
"Mereka mengatakan itu adalah Islam, bahwa jihad mereka adalah perang. Mereka harus membaca Alquran lagi. Jihad bukan berperang," katanya.
"Mereka mengobarkan perang dan menumpahkan darah dan mereka anggap hal itu benar. Tapi bukan itu yang diajarkan Tuhan kepada kita. Islam berarti damai," katanya.
Dia menyadari banyak orang tidak akan mempercayai apa yang dia sampaikan, termasuk soal ayah dan pamannya yang tak ingin berperang.
"Mereka tidak mengenal saya. Mereka harus mengenal kami, melihat siapa kami sebenarnya, mendengarkan cerita kami. Hanya itu yang bisa saya katakan kepada mereka," katanya.
Nur Dhania kini ingin menuliskan segala pengalamannya dan berperan aktif mencegah orang lain melakukan kesalahan serupa.
"Semoga saya bisa menyampaikan pesan sehingga tidak ada yang akan mengalami apa yang dialami keluarga saya," katanya.
"Dengan cara seperti itulah saya menyebarkan perdamaian dan kebenaran," tambahnya.
from Berita Internasional, Sains, Feature, Kisah Inspiratif, Unik, dan Menarik Liputan6 kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2HREF9KBagikan Berita Ini
0 Response to "Kisah 26 Orang yang Menyesal dan Tertipu Setelah Bergabung Bersama ISIS"
Post a Comment