Search

Misteri di Balik Banyaknya Pendaki yang Tewas di Gunung Everest

Sebagai gunung tertinggi di dunia, puncak Everest berada di ketinggian 29.029 kaki (8.848 meter) di atas permukaan laut. Namun, pendaki bisa saja mulai mengalami penyakit gunung akut pada ketinggian lebih rendah dari 8.200 kaki (2.500 meter), kata Dr. Andrew Luks, seorang profesor di Division of Pulmonary, Critical Care and Sleep Medicine dari University of Washington School of Medicine.

Penyakit gunung akut (AMS) tidak fatal, tetapi gejalanya dapat membuat pendaki merasa payah. AMS memengaruhi hingga 77% pendaki yang mendaki hingga ketinggian antara 6.000 dan 19.300 kaki (1.850 dan 5.895 meter), Luks menulis dalam sebuah studi tahun 2015 di Journal of Applied Physiology.

Pendaki dengan AMS umumnya cenderung mengalami sakit kepala, tetapi juga dapat mengalami mual, muntah, lesu, dan pusing.

"AMS adalah bentuk paling ringan dari penyakit gunung akut," Luks mengatakan kepada Live Science. Hal ini dapat dicegah jika pendaki naik ke gunung secara perlahan (setelah mencapai 9.800 kaki, atau 3.000 meter), jangan memaksakan diri, dan minum obat acetazolamide (biasa diperdagangkan dengan nama Diamox) atau dexamethasone steroid anti-inflamasi.

Seseorang yang mengalami AMS harus segera menghentikan pendakiannya. Jika gejala tidak membaik dalam satu atau dua hari, saatnya untuk turun gunung, Luks menegaskan.

AMS yang lebih serius termasuk high-altitude cerebral edema (HACE) yang merupakan pembengkakan otak, dan high-altitude pulmonary edema (HAPE) yang merupakan penumpukan cairan di paru-paru. Kondisi ini jarang terjadi, tetapi bisa mematikan.

Sebagai contoh, HACE mempengaruhi kurang dari 1% orang untuk mendaki di atas 9.800 kaki. Begitu otak seseorang membengkak, keseimbangan atau koordinasi mereka jadi terganggu, kondisi mental yang berubah, atau merasa sangat lelah. Mereka bahkan bisa koma.

Orang dengan HACE harus turun sesegera mungkin dan jika perlu, diberikan oksigen tambahan, meminum deksametason atau dimasukkan ke dalam ruang hiperbarik portabel.

Sementara itu, HAPE memengaruhi hingga 8% pendaki antara 8.200 dan 18.000 kaki (2.500 dan 5500 meter). Jika cairan menumpuk di paru-paru, ini bisa menyebabkan pendaki bergerak lebih lambat dan mengalami batuk, kadang-kadang dengan dahak berbuih berwarna merah muda.

Terlebih lagi, mereka juga menderita radang dingin, hipotermia dan kelelahan.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Internasional, Sains, Feature, Kisah Inspiratif, Unik, dan Menarik Liputan6 kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2whHjhS

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Misteri di Balik Banyaknya Pendaki yang Tewas di Gunung Everest"

Post a Comment

Powered by Blogger.