Search

4 Alasan Politik Uang Sulit Hilang di Indonesia

Mada melakukan survei terhadap 800 responden di DIY terkait politik uang. Penelitian ini sudah berlangsung pada 8 sampai 13 Maret lalu.

Ketika ditanya soal boleh atau tidak menerima bantuan barang atau uang dalam pemilihan legislatif, sebanyak 79,38 persen responden menjawab tidak boleh, 17,38 persen boleh, dan 3,25 persen tidak menjawab atau tidak tahu.

"Berarti, secara normatif, orang paham politik uang tidak diperbolehkan," tuturnya.

Namun, pada pertanyaan tentang bersedia menerima bantuan barang atau uang dan bersedia diarahkan untuk memilih salah satu kandidat saat pemilihan legislatif, jawaban responden menunjukkan inkonsistensi.

Sebanyak 60,12 persen menjawab tidak menerima, 34,5 persen menerima, dan 5,38 persen tidak menjawab.

"Ada ketidaksinkronan antara kognisi dan praktik, ini mengingatkan pada perilaku pemilih yang tidak nyambung," kata Mada.

Ia mencontohkan, pada saat pilgub DKI lalu, kepuasan terhadap kinerja Ahok tinggi, akan tetapi elektabilitasnya rendah.

"Apakah ini menunjukkan pemilih atau masyarakat kita ini bipolar, berkepribadian ganda," ucapnya.

Mada menegaskan perlu didiskusikan tekanan terhadap politik uang yang begitu besar sehingga membuat masyarakat mudah berkompromi. Terlebih, mendekati hari H pemilu, isu politik uang semakin kencang.

"Kita semua perlu mengawal politik uang sampai TPS ditutup," ujar Mada.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Daerah dan Peristiwa Regional Indonesia Terbaru kalo berita gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2UjBeen

Bagikan Berita Ini

0 Response to "4 Alasan Politik Uang Sulit Hilang di Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.